Pemerintah Akui Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan Masih Sangat Rendah

Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) di Sidrap, Sulawesi Selatan
Sumber :
  • VIVA/Purna Karyanto

VIVA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengingatkan bahwa Indonesia tidak bisa mengandalkan sepenuhnya pemenuhan kebutuhan energi nasional dari fosil, karena cadangan yang terbatas sementara permintaan terus naik. Indonesia harus mulai secara serius memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT) yang potensinya sangat besar.

Brigjen Sharif Tuding Israel Berbohong Pembangkit Listriknya Rusak Usai Serangan Iran

Menurut Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Direktorat Jenderal EBT dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Harris Yahya, Indonesia sebenarnya memiliki potensi energi terbarukan yang jumlahnya mencapai sekitar 400 ribu megawatt, namun baru bisa dimanfaatkan sekitar 2,5 persen—persentase yang sangat rendah dibandingkan potensi yang bisa dimanfaatkan.

"Jadi 2,5 persen yang baru dimanfaatkan itu, yakni baru sekitar 10.400 megawatt," kata Harris dalam telekonferensi di acara Tempo Energy Day 2020 pada Kamis, 22 Oktober 2020.

Strategi PLN Indonesia Power Pastikan Pasokan Listrik saat Mudik Lebaran Aman

"Di mana yang paling banyak digunakan, yakni masih di sektor hydropower, karena kita memang memiliki potensi sampai 75 ribu megawatt.”

Baca: RI Masuk Jajaran Negara ASEAN yang Lambat Genjot EBT, Ini Solusinya

Geopark Merangin, Situs Ratusan Juta Tahun yang Jadi Warisan Dunia UNESCO

Posisi selanjutnya dalam pemanfaatan EBT setelah hydropower ialah panas bumi dan bioenergi (PLTBM). Namun, sumber EBT lainnya seperti pembangkit listrik tenaga surya, angin, dan samudra, bahkan belum bisa dimanfaatkan secara lebih optimal hingga kini.

Perkembangan pemanfaatan EBT yang baru mencapai 10.400 megawatt itu pun sebenarnya baru sekitar 15 persen dari total 69 ribu megawatt kapasitas terpasang yang kini dimiliki PLN.

Karenanya, pemerintah masih harus mengejar pertumbuhan sekitar delapan persen lagi hingga bisa mencapai target 23 persen pada tahun 2025, sebagaimana yang diamanatkan dalam kebijakan energi nasional di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2014.

Namun, kendala lainnya diakui Harris adalah minimnya penambahan kapasitas EBT, karena dalam empat tahun terakhir hanya bisa bertambah sekitar 400-500 megawatt per tahun. Maka, jika diproyeksi sampai tahun 2025, hanya akan ada tambahan sekitar 2.500 megawatt.

"Sementara yang sebenarnya kita butuhkan untuk mencapai target 23 persen itu kira-kira perlu ada tambahan sampai 10 ribu megawatt dari tahun 2019 ke 2025," ujarnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya