Mengintip Dampak Positif UU Cipta Kerja ke Industri Pariwisata

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Wishnutama Kusubandio saat mengecek protokol kesehatan di kamar Hotel.
Sumber :
  • kemenparekraf.go.id

VIVA – Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 atau UU Cipta Kerja yang sudah disahkan negara ternyata memiliki sejumlah manfaat terhadap industri pariwisata. Salah satunya adalah kemudahan perizinan melalui sistem online dan digital bagi pelaku usaha pariwisata.

Kejuaraan Golf Internasional, Pj Gubernur Sumut Optimis Jadi Ajang Pembinaan Atlet

Pengamat Industri Pariwisata Muslim Jayadi mengatakan, kemudahan perizinan investasi tersebut dipastikan akan masuk ke sektor pariwisata dari total investor yang sudah menyatakan siap menanamkan modal di Indonesia usai disahkannya UU Cipta Kerja. 

Menurut dia, kepastian tersebut juga dapat dilihat dari sejumlah diskusi yang dilakukan konsultan dan trainer perusahaan swasta dan BUMN yang menyampaikan bahwa UU Cipta Kerja telah memberikan dampak positif terhadap pelaku UMKM di sektor wisata. 

Pariwisata Hijau dan Berkelanjutan Bakal Jadi Fokus Kemenparekraf

“Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengembangkan kemitraan dengan UMKM dan koperasi setempat yang saling memerlukan, memperkuat dan menguntungkan,” kata Jayadi mengutip Pasal 26 ayat (1) poin (f) UU Cipta Kerja dalam diskusi daring bertajuk 'Outlook Industri Pariwisata dalam UU Cipta Kerja' dikutip Minggu, 22 November 2020.

Jayadi menyebutkan, poin (f) itu dipertegas oleh poin (g) di UU Cipta Kerja. Dalam poin (g) itu, selain UMKM dan Koperasi, UU Cipta Kerja pada sektor pariwisata juga berdampak positif pada para pekerja lokal. 

Arab Saudi Dirikan Maskapai Baru, Rute Riyadh-Afrika Akan Terealisasi

“Setiap pengusaha pariwisata diwajibkan mengutamakan produk masyarakat setempat, produk dalam negeri, dan memberikan dan memberikan kesempatan kepada tenaga kerja lokal,” kata Jayadi.

Terkait ketenagakerjaan, lanjut Jayadi, pengusaha pariwisata berdasarkan Pasal 26 ayat (1) poin (h) juga diwajibkan meningkatkan kompetensi tenaga kerja melalui pelatihan dan pendidikan.

Sedangkan, menyikapi pro-kontra soal UU Cipta Kerja, Jayadi menegaskan bahwa UU Cipta Kerja urgen dihadirkan pada masa sekarang di tengah perekonomian Indonesia terdampak COVID-19, demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

“Sekarang (masa pandemi) inilah saat yang tepat disahkannya UU Cipta Kerja. Karena untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi perlu pertumbuhan investasi. Dalam UU Cipta Kerja perizinanan investasi dimudahkan supaya investasi meningkat,” kata Jayadi.

Dengan adanya investasi, lapangan kerja baru tercipta dan bisa meningkatkan daya beli masyarakat yang secara tidak langsung akan juga berpengaruh baik pada sektor pariwisata.

Dampak COVID-19 ke Pariwisata

Sementara itu, terkait dampak COVID-19 pada sektor pariwisata, Jayadi membeberkan bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berwisata ke Indonesia menurun secara drastis sampai 80 persen yang berdampak besar pada sektor pariwisata dan perhotelan.

“Puncaknya April 2020, hanya 158 ribuan wisatawan. Jika dibandingkan April 2019 yang jumlahnya 1,3 jutaan, itu jauh sekali bandingannya. Hingga September 2020, penurunannya sampai 80 persen jika dibanding tahun sebelumnya,” jelas dia.

Imbasnya, kata Jayadi, banyak karyawan hotel yang di-PHK dan dirumahkan dan beberapa karyawan hotel ketika dirumahkan, statusnya tidak pasti. Mereka tidak di-PHK tapi tidak mendapatkan gaji dan dibolehkan mencari pekerjaan di tempat lain.

“Itu namanya mengusir dengan halus. Para karyawan itu akhirnya cari kerja di tempat lain dan dapat pekerjaan, tapi tidak mendapatkan pesangon. Dan UU yang baru (UU Cipta Kerja) ada jaminan kehilangan pekerjaan,” ungkap Jayadi.

Sedangkan untuk membuat sektor pariwisata tetap hidup, Jayadi menyarankan pemerintah berlakukan hal yang sama pada tempat wisata seperti Kemenaker berlakukan ke perusahaan lain. Yakni, mereka diminta memberikan model protokol kesehatannya masing-masing.

“Kementerian harusnya meminta model protokol kesehatan di tempat-tempat pariwisata. Kenapa ini penting, karena pengunjung akan merasa aman dan nyaman kalau protokolnya ketat. Sekarang, yang ketatlah yang dicari,” ujar Jayadi.

Selain harus menerapkan protokol kesehatan COVID-19, tempat pariwisata, kata Jayadi harus bersertifikasi Cleanliness, Health, Safety and Environment (CHSE). Dan mengurus sertifikasi CHSE saat ini oleh Kementerian Pariwisata tidak dipungut biaya.

“CHSE harus disosialisasikan dan dikomunikasikan kepada para calon pelanggan. Jangan hanya diskon dan promo saja. Orang itu tidak akan berani datang meskipun didiskon kalau CHSE-nya tidak jelas,” ujar Jayadi. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya