Sri Mulyani: Libur Panjang saat COVID-19, Ekonomi Tetap Tak Membaik

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengikuti rapat kerja dengan Komisi XI DPR. (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir/wsj.

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan sejumlah alasan dari usulan Presiden Joko Widodo yang berkeinginan untuk memotong hari libur panjang pada akhir tahun ini.

2 Keuntungan Bisa Didapat Konsumen dari Konsep Ini

Sri mengatakan, banyak data yang telah dikumpulkan Presiden untuk mengusulkan kebijakan tersebut. Salah satunya adalah rekam jejak dari dampak keberadaan libur panjang Oktober 2020 terhadap aktivitas ekonomi.

"Yang kita lihat sekarang setiap libur panjang jumlah COVID naik, tapi indikator ekonomi tidak membaik atau tidak terjadi konsumsi seperti yang kita harapkan," kata Sri, Senin, 23 November 2020.

KPK Cecar Fadel Muhammad soal Dugaan Kasus Korupsi APD di Kemenkes RI

Baca juga: Cerita Luhut 6 Jam di Gedung Putih dan Oleh-oleh Rp28 Triliun

Sri menjelaskan, pada dasarnya, dalam situasi normal, libur panjang mampu memicu konsumsi masyarakat karena adanya aktivitas ekonomi dan sosial di luar rumah, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi. 

DPR Beri Respons Positif soal Kinerja Menteri BUMN yang Mampu Capai Target

Tapi, di masa pandemi COVID-19, ditegaskannya, kondisi itu tidak terjadi. Tergambar dari data Google Mobility Indeks yang menunjukkan bahwa aktivitas masyarakat di luar rumah masih rendah.

Dia mencontohkan, untuk aktivitas ritel dan rekreasi angka indeks masih dalam zona kontraksi yakni di minus 15,5. Demikian juga aktivitas di transportasi umum yang masih kontraksi di minus 28,8 dari kondisi normal.

"Berarti ini harus kita hati-hati melihatnya apakah dengan libur panjang masyarakat melakukan aktivitas, mobilitas tinggi, tapi tidak menimbulkan belanja dan menimbulkan tambahan kasus COVID," ucap dia.

Di sisi lain, dia melanjutkan, jumlah hari kerja untuk Oktober 2020 yang sebanyak 19 hari, sudah jauh lebih sedikit dari hari kerja pada Oktober 2019 yang sebanyak 23 hari.

Sementara itu, jumlah hari kerja pada November tahun ini dan tahun lalu sama-sama 21 hari. Namun, pada Desember 2020, katanya hanya sebanyak 16 hari, sedangkan tahun lalu sebanyak 20 hari kerja.

Jumlah hari kerja itu, ditegaskan Sri, memengaruhi konsumsi listrik sektor produksi. Berdasarkan datanya, konsumsi listrik sektor industri pada Oktober 2020 minus 8,1 persen secara tahunan.

"Dari data Oktober dengan jumlah hari kerja yang menurun konsumsi listrik di bidang industri, bisnis, manufaktur turun itu dampaknya kegiatan ekonomi sektor produksi turun, di sektor konsumsi tidak pick up," tegasnya.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Muhadjir Effendy, menyebut rencana pemerintah untuk mengatasi potensi kerumunan di libur panjang akhir tahun, Desember mendatang.

Kata Muhadjir, Presiden Jokowi memberi tugas kepada jajaran kabinetnya agar libur panjang akhir tahun ditambah masa libur pengganti Idul Fitri yang lalu dipersiapkan secara matang demi mencegah klaster penularan baru COVID-19 di masyarakat.

"Yang berkaitan dengan masalah libur cuti bersama akhir tahun, termasuk libur pengganti cuti bersama hari raya Idul Fitri, Bapak Presiden memberikan arahan supaya ada pengurangan," kata Muhadjir usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi, Senin, 23 November 2020. (art)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya