RI Berkomitmen Kembangkan Energi Bersih, Begini Strateginya

Menteri ESDM Arifin Tasrif
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Arifin Tasrif, mengatakan dunia saat ini tengah berupaya mengutamakan pemenuhan energi bersih dari Energi Baru dan Terbarukan (EBT), tak terkecuali dengan Indonesia.

Indonesia Penghasil Emisi Karbon Terbesar di Dunia, Tanam Lebih Banyak Mangrove Bisa Jadi Solusinya

Akselerasi pengembangan energi bersih menjadi tantangan bagi Indonesia. Di mana untuk mendukung komitmen global dalam mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) pemerintah telah menargetkan 23 persen energi terbarukan dalam bauran energi nasional tahun 2025.

Baca juga: Bank Indonesia Tiadakan Kegiatan Operasional saat Pilkada 2020

Soal Kasus Korupsi Timah Rp 271 Triliun, Menteri ESDM Buka Suara

"Serta komitmen pengurangan emisi GRK pada 2030 hingga 29 persen dengan upaya sendiri, dan 41 persen dengan bantuan pihak internasional," kata Arifin dalam telekonferensi, Rabu 2 Desember 2020.

Meski demikian, Arifin memastikan bahwa akselerasi pengembangan EBT tidak serta merta meninggalkan peran sektor migas. Karena meskipun secara prosentase bauran energi migas menurun, namun secara nominal justru meningkat.

Rampung Juni 2024, Menteri ESDM: Divestasi Saham Freeport Sepaket dengan Perpanjangan Kontrak

Mantan Duta Besar RI untuk Jepang itu menjelaskan peran subsektor migas tersebut tidak hanya dalam pemenuhan kebutuhan energi untuk transportasi maupun kelistrikan. Namun juga berperan sebagai bahan baku dalam aspek pengembangan Industri.

Berdasarkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), konsumsi minyak diperkirakan akan meningkat dari 1,66 juta bopd menjadi 3,97 juta bopd di tahun 2050 mendatang atau naik sebesar 139 persen.

"Sedangkan untuk konsumsi gas meningkat lebih besar, dari 6 ribu MMSCFD menjadi 26 ribu MMSCFD pada tahun 2050 atau naik 298 persen," ujar Arifin.

Untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut, sesungguhnya potensi hulu migas Indonesia masih sangat besar. Karena dari 128 cekungan migas yang dimiliki, baru 20 cekungan yang sudah berproduksi dan masih terdapat 68 cekungan yang belum dieksplorasi.

Karenanya, salah satu hal yang perlu disadari adalah bahwa industri migas adalah industri yang membutuhkan investasi yang besar, teknologi yang tinggi, dan juga berisiko tinggi.

Demi melihat peran strategis dari subsektor migas tersebut, Arifin mengaku bahwa Presiden Jokowi telah mengarahkan bahwa subsektor migas tidak hanya sebagai revenue generator. Namun juga untuk menjadi penggerak roda perekonomian nasional (economic driven). 

"Berbagai kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah antara lain yakni menurunkan harga gas demi mendorong tumbuhnya industri," kata Arifin.

"Kemudian melonggarkan aspek perpajakan dan flexibilitas fiscal term, untuk meningkatkan daya tarik investasi migas serta meningkatkan keekonomian pengembangan lapangan," lanjut dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya