Ada UU Cipta Kerja, Pengusaha Minta Negara Tegas soal Perizinan

Sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
Sumber :

VIVA – Disahkannya Undang Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja patut diapresiasi sebagai solusi mengatasi tumpang tindih regulasi kegiatan usaha. Metode Omnibus Law tersebut diharapkan bisa mereformasi peraturan dan mendorong investasi di Indonesia.

Saat ini, 40 rancangan peraturan pemerintah (RPP) dan empat peraturan presiden (perpres) terkait UU Cipta Kerja tengah disusun. Aturan turunan ini diharapkan sejalan dengan semangat regulasi di atasnya, agar tidak menimbulkan tumpang-tindih regulasi dan hambatan investasi lainnya. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Agung Pambudhi, berharap, pemerintah menyelesaikan persoalan investasi dan berusaha melalui aturan turunan UU Cipta Kerja yang tengah disusun. Pemerintah juga harus tegas selaku pemegang otoritas kebijakan dalam memutuskan perizinan dan aturan hukumnya. 

"Juga perlunya prinsip fiktif positif bahwa dalam permohonan perizinan dianggap disetujui jika dalam batas waktu tertentu tidak ada keputusan dari pemda. Ini harus tertuang dalam aturan turunan yang tengah dibahas," kata Agung kepada media, dikutip Jumat 4 Desember 2020. 

Menurut Agung, pengusaha sangat mengharapkan pelayanan perizinan jauh lebih memberikan kepastian dari sebelum adanya UU Cipta Kerja. 

"Saya sangat percaya manajemen paling primitif perlu dijalankan yakni reward and punishment bagi ASN (aparatur sipil negara) yang bertugas melayani perizinan. Itu tepat untuk mengubah perilaku kerja yang selama ini ada," tutur Agung.

Dia juga berharap, kemudahan investasi harus tergambar dari seluruh RPP yang dibuat pemerintah. Misalnya, mengenai kemudahan pengurusan izin yang berbasis sistem mulai pemenuhan persyaratan dokumen hingga pelaku usaha atau pemohon mendapatkan izinnya. Agung meminta proses tersebut tidak hanya mudah, tapi juga pasti. 

Menurut dia, langkah pemberian perizinan berbasis risiko memang menjadi ruh regulasi UU Cipta Kerja. Kebijakan tersebut harus dimaksimalkan untuk kemudahan masyarakat. 

"Paling penting dalam proses ini soal bagaimana sistem yang menjamin partisipasi dan juga konsultasi di mana publik bisa memberikan catatan atas peraturan-peraturan yang menjadi regulasi turunan dari UU Cipta Kerja," tuturnya. 

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pengembangan Produktivitas dan Daya Saing Ekonomi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Lestari Indah, menjelaskan, reformasi perizinan tersebut meliputi berbagai sektor usaha. 

Menurut dia, reformasi dilakukan dengan mengubah konsep menjadi berbasis risiko. Pendekatan tersebut nantinya membagi tiga jenis usaha yaitu risiko rendah, menengah, dan tinggi. Saat ini, izin usaha masih bersifat kompleks karena terdapat perbedaan antara kementerian dan lembaga serta tingkat daerah. 

“Semua kegiatan usaha harus ada izin, banyak sekali izin-izin untuk kegiatan usaha, kompleks. Setiap kementerian dan lembaga punya pola sendiri-sendiri,” ujar Lestari.

Lestari menambahkan, konsep perizinan berbasis risiko tersebut tidak melemahkan pengawasan pemerintah terhadap kegiatan berusaha. Seperti, saat izin mendirikan bangunan pengawasan dilakukan secara bersamaan dengan proses pengerjaan gedung. 

Berbeda dibandingkan konsep perizinan sebelumnya yang standarnya hanya di awal saja, namun saat pengerjaan tidak memenuhi kriteria.

“Kita alihkan kompetensi pemerintah pada pengawasannya, untuk dorong pelaku usaha sesuai standar. Dulu standar hanya saat mau urus izin, habis itu lepas,” ujarnya. (art)

Sektor Manufaktur RI Jauh dari Deindustrialisasi, Ekonom Beberkan Buktinya
Ilustrasi investasi, ilustrasi reksadana

Panduan Lengkap Investasi Reksadana untuk Pemula, Dari A sampai Z

Bagi pemula yang ingin memulai investasi, reksadana adalah pilihan yang tepat. Reksadana menawarkan cara mudah dan menguntungkan untuk menumbuhkan uang Anda.

img_title
VIVA.co.id
29 Maret 2024