Sri Mulyani Tetapkan Tarif Baru Pungutan Ekspor Kelapa Sawit

Kelapa Sawit
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Lis Yuliawati

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengubah tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit. Ditandai dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020.

5 Negara yang Pasok Senjata Terbesar ke Israel untuk Lawan Iran, AS Jadi yang Terbesar

Penyesuaian tarif pungutan ekspor itu merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Besaran tarif pungutan ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan.

"Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," kata Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran Produk Turunan BPDPKS, Kus Emy Puspita Dewi, Jumat, 4 Desember 2020.

Dorong Ekspor UMKM, Bea Cukai Jalin Kolaborasi dengan Pemerintah Daerah

Baca juga: Piutang Negara Rp75,3 Triliun, Sri Mulyani Perketat Aturan

Mengutip PMK tersebut, tarif pungutan minyak mentah kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) misalnya, ditetapkan paling rendah sebesar US$55 per ton, dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton.

Mobil China Kian Mendominasi di Rusia

Sementara itu, jika harga CPO berada di atas US$670 per ton sampai dengan US$695 per ton, maka tarif pungutan ekspor menjadi US$60 per ton. Bila harga CPO di atas US$695 per ton sampai dengan US$720 per ton, maka US$75 per ton.

Tarif pungutan tertinggi, dipatok sebesar US$255 per ton. Tarif pungutan tersebut dikenakan bila mana asumsi harga CPO berada di atas US$995 per ton. Sebelumnya, tarif pungutan ekspor dipatok tetap US$55 per ton tanpa membedakan harga referensi.

"Dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor adalah tren positif harga CPO, dan keberlanjutan pengembangan layanan dukungan pada program pembangunan industri sawit nasional," ujar Kus Emy.

Kus Emy menekankan, layanan dukungan dari adanya penyesuaian tarif tersebut antara lain perbaikan produktivitas di sektor hulu melalui peremajaan perkebunan kelapa sawit. Serta, penciptaan pasar domestik melalui dukungan mandatori biodiesel.

Ditegaskan Kus Emy, kebijakan penyesuaian tarif ini tidak bersifat tetap melainkan juga akan terus dilakukan evaluasi setiap bulannya. Hal itu untuk dapat merespons kondisi ekonomi yang sangat dinamis pada saat ini, termasuk terhadap perkembangan harga produk sawit.

"Semua pihak diharapkan terus mendukung kebijakan pemerintah karena pemerintah menyadari bahwa semua kebijakan terkait kelapa sawit tujuan akhirnya adalah sustainability kelapa sawit," tutur Kus Emy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya