Pengusaha Kelapa Sawit Keluhkan Pungutan Ekspor Terlalu Tinggi

Buruh memuat tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di areal perkebunan sawit
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Jojon

VIVA – Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menganggap bahwa pungutan ekspor terhadap produk sawit yang baru-baru ini ditetapkan pemerintah sangat tinggi dan memberatkan. Tarif pungutan baru tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2020 tentang Perubahan PMK Nomor 57/PMK.05/2020.

Pemerintah Indonesia Diminta Tegas Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

"Kami kaget. karena tinggi sekali. Kami yang produksi CPO (Crude Palm Oil) menyoroti kenaikan ini," kata Sekretaris Jenderal Gapki, Agam Faturrochman, Rabu 9 Desember 2020.

Menurut Agam, seharusnya mempertimbangkan kondisi jatuhnya harga minyak kelapa sawit yang sempat jatuh beberapa waktu lalu. Jatuhnya harga tersebut tentu harus dikompensasi.

Ekonom Ungkap Pentingnya Prinsip Berkeadilan dan Berkelanjutan dalam Hilirisasi Industri

"Ketika harga sekarang baik, naik tinggi bagaimana bisa mengkompensasi yang jatuh sekali itu. Tapi sekarang malah dikenakan pungutan yang tinggi sekali," tutur dia.

Oleh sebab itu, Agam meminta pemerintah meninjau ulang tarif baru pungutan tersebut. Selain itu, pemerintah juga perlu mendiskusikan hal itu kepada pemangku kepentingan lain.

Luncurkan Bursa CPO, Mendag Zulhas Ingin RI Jadi Barometer Harga Sawit Dunia

"Sekarang malah dikenakan pungutan yang tinggi sekali. Jadi sepertinya mohon di-review kebijakan ini, didiskusikan dengan stakeholder juga," ungkap Agam.

Agam juga meminta supaya pemerintah menghapuskan bea keluar ekspor sawit yang juga dipungut Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

"Yang paling utama dapat dilakukan segera adalah bea keluar tidak dipungut atau dihilangkan sama sekali. Karena tujuan bea keluar kan untuk hiliriasi," tegasnya.

Tindak Lanjut
Penyesuaian tarif pungutan ekspor itu merupakan tindak lanjut dari keputusan Komite Pengarah BPDPKS. Besaran tarif pungutan ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan.

"Pengenaan tarif baru tersebut mulai berlaku pada 10 Desember 2020, atau 7 hari setelah diundangkan pada 3 Desember 2020," kata Kepala Divisi Pemungutan Biaya dan Iuran Produk Turunan BPDPKS, Kus Emy Puspita Dewi, Jumat 4 Desember 2020.

Mengutip PMK tersebut, tarif pungutan minyak mentah kelapa sawit atau CPO, misalnya, ditetapkan paling rendah sebesar US$55 per ton, dengan asumsi harga CPO berada di bawah atau sama dengan US$ 670 per ton.

Sementara itu, jika harga CPO berada di atas US$670 per ton sampai dengan US$695 per ton, maka tarif pungutan ekspor menjadi US$60 per ton. Bila harga CPO di atas US$695 per ton sampai dengan US$720 per ton, maka US$75 per ton.

Tarif pungutan tertinggi, dipatok sebesar US$255 per ton. Tarif pungutan tersebut dikenakan bila mana asumsi harga CPO berada di atas US$995 per ton. Sebelumnya, tarif pungutan ekspor dipatok tetap US$55 per ton tanpa membedakan harga referensi. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya