Genjot Investasi, UU Cipta Kerja Atur Ulang Pajak dan Retribusi Daerah

Deputi Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir.
Sumber :
  • Dokumentasi Kemenko Ekonomi.

VIVA – Pemerintah terus melakukan penyerapan aspirasi masyarakat dan penjabaran substansi UU Cipta kerja ke daerah-daerah. Hasil dari kegiatan itu akan dijadikan dasar pembuatan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) dan Rancangan Peraturan Presiden (Rperpres) aturan turunan UU Tersebut.

27 Korban Penipuan Investasi Rp52 Miliar Geruduk Rumah Orang Tua Pelaku di Tasikmalaya

Pada Kamis 10 Desember 2020, serap aspirasi UU Nomor 11 Tahun 2020 itu dilakukan di Kota Ternate. Kali ini kegiatan itu fokus pada sektor Pajak dan Retribusi Daerah (PDRD), yang sebelumnya telah dijabarkan di Jakarta, Bali, dan Medan. Sektor Kemudahan Berusaha di Daerah dan Energi dan Sumber Daya Mineral juga dibahas.

Baca juga: Pengembang Meikarta Dinyatakan PKPU, Segini Tagihan Utang Sementaranya

Jangan Sampai Terjerat Pinjol, Ini Tips Kelola Keuangan Lebih Cerdas

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengungkapkan UU Cipta Kerja mendorong serta menjadikan iklim usaha yang baik dan perizinan yang cepat.

Saat ini, lanjut Iskandar, perizinan di Indonesia terbilang rumit, bahkan telah sampai pada tahap hiper regulasi. Akibatnya, untuk menghasilkan 1 output harus mengeluarkan 6,8 capital, sementara negara lain seperti Filipina hanya membutuhkan 3,6 capital.

Gibran Bereskan Pekerjaan Wali Kota usai Putusan MK, Siapkan Investasi Kecerdasan Buatan

“Urgensi UU Cipta Kerja adalah untuk mendorong penciptaan lapangan kerja, peningkatan investasi, peningkatan peran sektor manufaktur, penyederhanaan regulasi dan perizinan, serta peningkatan daya saing”, ungkap Iskandar dikutip dari keterangannya, Rabu 10 Desember 2020.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pembangunan Daerah Kemenko Perekonomian, Bobby Hamzar Rafinus, menyatakan perubahan konsepsi perizinan menjadi perizinan berusaha berbasis risiko tersebut mencakup kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, serta persetujuan bangunan gedung.

“Selain itu, perizinan berusaha dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU, dilaksanakan sesuai dengan NSPK (mengatur jenis perizinan, standar, syarat, prosedur, dan jangka waktu penyelesaian) yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan berlaku secara nasional (pusat dan daerah),” tambahnya.

Menurut Iskandar, dalam rangka meningkatkan daya saing daerah dan mendukung Ease of Doing Business (EODB), serta memperkuat penyelarasan kebijakan pajak antara Pemerintah Pusat dan Pemda, maka disusunlah RPP PDRD.

“Pemerintah melalui UU Cipta kerja akan menata ulang, salah satunya PDRD. Kita tahu banyak pajak daerah dan retribusi daerah dengan tarif tinggi dapat menghambat investasi di daerah. Dampaknya perusahaan-perusahaan usaha itu tidak mau melakukan investasi di daerah," ujar Iskandar.

Dia menjabarkan pokok-pokok pengaturan RPP PDRD, antara lain penyesuaian tarif pajak dan retribusi oleh Pemerintah Pusat, pengawasan pajak dan retribusi, serta dukungan Pemerintah Pusat atas kualitas pelayanan Pemerintah Daerah.

Saat ini Pemerintah tengah menyelesaikan peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang terdiri dari 40 RPP dan 4 RPerpres. Pemerintah lanjutnya, juga membuka ruang kepada publik untuk memberikan masukan langsung melalui portal UU Cipta Kerja (uu-ciptakerja.go.id).

“Setelah diberikan penjelasan ini, diharapkan adanya respons, tanggapan dan masukan dari masyarakat dan seluruh Pemangku Kepentingan, untuk penyempurnaan RPP dan RPerpres,” ujar Bobby. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya