Tarif Pungutan Naik, Dana Kelapa Sawit Tahun 2021 Bisa Rp45 Triliun

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman.
Sumber :
  • WIllibrodus/VIVA.

VIVA – Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) memproyeksikan pada 2021 mendatang bisa mengumpulkan dana dari pungutan ekspor sawit hingga Rp45 triliun. Namun, dana ini bisa didapatkan bila harga minyak kepala sawit atau CPO stabil tahun depan.

Pemerintah Indonesia Diminta Tegas Lawan Diskriminasi Perdagangan Global

Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman mengatakan, harga CPO yang fluktuatif menyebabkan BPDPKS sulit memperkirakan dengan tepat berapa besar dana yang bisa dihimpun pada tahun depan. Karena itu, BPDPKS membuat beberapa proyeksi besaran dana yang bisa dihimpun dengan harga terendah hingga tertinggi.

Baca juga: BKPM: Perusahaan Belanda Akan Bangun Industri Pala di Papua

Ekonom Ungkap Pentingnya Prinsip Berkeadilan dan Berkelanjutan dalam Hilirisasi Industri

"Kalau dengan harga tertinggi, kita optimis bahwa di 2021 harga tetap seperti sekarang. Saat ini, harga CPO berdasarkan referensi Kemendag US$870 per metrik ton. Kalau fenomena itu tetap bertahan seperti itu, kita optimis itu bisa mendapatkan Rp 45 triliun," kata Eddy, di kawasan Jakarta, Kamis, 17 Desember 2020.

Namun, menurut Eddy, apabila harga CPO cukup moderat di tahun 2021, diperkirakan BPDPKS bisa menghimpun dana sekitar Rp36 triliun. Tingginya proyeksi dana yang bisa dihimpun ini pun tak terlepas dari kebijakan terbaru mengenai tarif pungutan ekspor sawit.

Luncurkan Bursa CPO, Mendag Zulhas Ingin RI Jadi Barometer Harga Sawit Dunia

Melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang pungutan ekspor CPO berlaku secara progresif, tarif pungutan ditetapkan berdasarkan batas lapisan nilai harga CPO. Aturan ini baru berlaku pada 10 Desember 2020.

"Karena berlaku tanggal 10 Desember 2020, kita hanya menikmati 20 hari. Tetapi dari situ, kita bisa memproyeksikan. Mudah-mudahan kita akan memperoleh dana dari pungutan ekspor itu antara Rp17 triliun sampai Rp18 triliun untuk tahun 2020," jelasnya. 

Melalui aturan tersebut, pungutan ekspor CPO sebesar US$55 per ton bila harganya di bawah atau sama dengan US$670 per ton. Pungutan ekspor akan dikenakan US$60 per ton bila harga CPO di atas US$670 per ton hingga US$ 695 per ton. Lalu, pungutan CPO akan menjadi US$75 per ton bila harga di atas US$695-720 per ton.

Mengingat Kemendag telah menetapkan harga referensi CPO periode Desember 2020 sebesar US$870,77 per ton, maka besaran pungutan ekspor menjadi US$ 180 per ton. 

Aturan yang berlaku mulai 10 Desember ini pun dianggap tak terlalu berdampak pada pungutan ekspor sawit di tahun ini. Namun, BPDPKS memproyeksi bisa menghimpun dana pungutan sawit hingga Rp18 triliun di 2020.

Peremajaan kebun sawit

Sementara itu, Eddy mengatakan, sejak 2016 hingga 2020, BPDPKS sudah menyalurkan sekitar Rp4,5 triliun demi program peremajaan sawit rakyat (PSR). Anggaran tersebut digunakan untuk mendanai peremajaan kelapa sawit di lahan seluas 172.934 hektare (ha) dengan melibatkan sekitar 75.993 pekerja kebun swadaya dan plasma.

Menurut Eddy, luas lahan dan perkebunan yang didanai dalam program PRS ini melonjak secara signifikan sejak 2018. Yaitu sebanyak 12.541 hektare dengan melibatkan 5.654 pekebun. Kemudian di tahun, 2019 program PRS dilakukan pada 88.331 ha dengan melibatkan 38.618 pekebun. Hingga 31 Oktober 2020, realisasi PSR baru sekitar 67.018 ha dengan melibatkan 28.794 pekebun.

"Meski ada perbaikan, masih banyak PR untuk mencapai target 180.000 ha per tahun. Kami akan lakukan pembenahan dan penyempurnaan sistem untuk proses PSR dengan tetap akuntabel dan hati-hati," ungkapnya.

Ia menjelaskan, untuk membenahi dan menyempurnakan program PSR ini, BPDPKS juga telah melakukan berbagai hal, seperti melibatkan pihak surveyor independen dalam untuk memacu pencapaian target PSR. Hal ini bekerja sama dengan Direktorat Jenderal Perkebunan dan Dinas Perkebunan Daerah.

"Kemudian kami memberikan asistensi kepada pekebun swadaya dalam mempersiapkan pemenuhan persyaratan pengajuan pendanaan PSR ini. Selanjutnya, memperkuat koordinasi di antara proses di tingkat pemerintah daerah dan pemerintah pusat, baik untuk proses pengajuan permohonan dan juga untuk proses monitoring kemajuan," jelas Eddy. 

Kemudian, lanjut Eddy, BPDPKS melakukan penyempurnaan terhadap aplikasi peremajaan sawit rakyat online secara terus menerus. Penyempurnaan ini dilakukan untuk menyederhanakan proses pengajuan dan mendorong transparansi pada setiap rangkaian proses.

"Upaya berikutnya adalah, kami mengoptimalkan peran dari institusi finansial atau perbankan untuk mendukung kapasitas finansial yang diperlukan untuk menyelesaikan proses peremajaan di lapangan atau di kebun," lanjutnya. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya