Legislator PKS Buka-bukaan Praktik Ilegal Turis asal China

Wisatawan berada di kawasan Pantai Canggu, Badung, Bali
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Fikri Yusuf

VIVA – Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih mengkritik langkah pemerintah yang terus meningkatkan kerja sama bilateral dengan China di bidang pariwisata. Ia meminta pemerintah melakukan evaluasi karena kerja sama ini malah merugikan masyarakat Indonesia.

Labuan Bajo Siap Sambut Wisatawan! Temukan Peluang Baru di Webinar Outlook Kepariwisataan NTT

“Evaluasi bidang pariwisata RI beberapa tahun terakhir menunjukkan fakta bahwa turis asal China kurang memberi dampak bagi ekonomi lokal di daerah tujuan wisata,” kata Fikri kepada wartawan, Selasa, 22 Desember 2020.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera itu buka-bukaan tengara tersebut berdasarkan data dari berbagai pihak, mulai dari asosiasi pariwisata, masyarakat pemerhati, hingga pemerintah daerah di Bali sebagai contoh.

Pembangunan Jalan Kelok 18 di Jalur Lingkar Selatan akan Berdampak ke Pariwisata Gunungkidul

“Faktanya, malah muncul praktik-praktik ilegal sektor wisata, khususnya terkait dengan turis asal China yang berkunjung ke Bali,” ujarnya.

Baca: Luhut Sukses Rayu Universitas Tokyo Kembangkan Pulau Kura-Kura

Tingkatkan Kualitas SDM Tenaga Kerja Indonesia, Kemnaker Gelar Business Meeting Sektor Pariwisata

Menurutnya, praktik buruk itu bermula dengan dibukanya keran pariwisata RI sejak 2015 demi mengejar target kunjungan wisatawan mancanegara. Sejak saat itu mulai muncul banyak agen perjalanan asing tak berizin, khususnya yang dimiliki oleh warga negara China dengan membuka praktik menjual paket wisata yang sangat murah ke Bali.

Fikri menyebut salah satu praktik ilegal itu menjual paket pariwisata dengan sangat murah, yakni 60 dolar Amerika Serikat per orang all in alias meliputi semua unsur akomodasi dan transportasi.

Selain itu, menurutnya, para turis China yang dibawa oleh pemandu wisata mereka juga sengaja diarahkan untuk berbelanja hanya ke gerai-gerai yang sudah disediakan khusus untuk turis China, yang juga dicurigai tidak berizin.

Sistem pembayaran pun ternyata secara cashless (non-tunai) menggunakan aplikasi pembayaran yang berasal dari China, seperti Wechatpay.

“Nyaris tidak ada aliran dana dari turis China ke devisa kita kalau begitu. Ini praktik yang, kita bisa menyebutnya, negative tourism. Apa dampak kedatangan turis asal China selain menambah sampah lingkungan di Bali saja,” katanya.

Sebelum semakin bermasalah dan merugikan Indonesia, menurutnya, pemerintah harus segera mengevaluasi kerja sama bidang pariwisata dengan China. (ase)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya