-
VIVA – Tahun 2020 menjadi ujian sekaligus tantangan bagi banyak usaha, tak terkecuali Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Tak sedikit BUMN yang merugi akibat pandemi COVID-19.
Sebelum pandemi masuk pada Maret 2020, Menteri BUMN Erick Thohir telah menggulirkan wacana pembentukan sistem klaster atau sub holding BUMN. Semula, BUMN yang berjumlah 142 akan dirampingkan menjadi hanya 15 klaster.
Dari 15 klaster itu, direncanakan sebanyak 14 klaster sesuai bisnis utama. Sedangkan, satu klasternya lagi adalah yang tidak memiliki proses bisnis yang baik akan dilikuidasi atau merger.
Tapi proses itu memang belum seluruhnya selesai. Nyatanya, dari 142 BUMN itu, ternyata mereka pun punya anak dan cucu usaha yang jumlahnya mencapai 800 perusahaan.
Proses ini tentu tak mudah, apalagi Erick juga diberi tugas tambahan. Dia ditunjuk sebagai Ketua Pelaksana Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN). BUMN pun akhirnya fokus saling bahu membahu mengadang virus asal Wuhan itu.
Di satu sisi, BUMN 'sakit' pun berupaya memperbaiki bisnisnya agar bisa hidup sehat kembali. Salah satunya adalah Jiwasraya yang pada ujungnya harus disuntik dengan Penyertaan Modal Negara (PMN) lewat PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) mulai tahun depan.
Berdasarkan catatan VIVA, berikut sejumlah geliat BUMN memperbaiki bisnis serta ikut serta menangani pandemi COVID-19:
1. Holding BUMN Masih Mencari Bentuk
Satu per satu Holding BUMN terbentuk, mulai dari Holding BUMN Migas, Holding BUMN Farmasi hingga Holding BUMN Pariwisata. Namun, penggabungan bisnis BUMN melalui holding ini masih butuh penyempurnaan lebih lanjut, banyak yang belum selesai atau pun belum sempurna.
Apalagi, beberapa BUMN harus menderita kerugian berat akibat pandemi COVID-19. Sebut saja PT Pertamina yang harus mengalami kerugian mencapai Rp11 triliun pada Semester I-2020.