Intip Apa yang Pekerja Dapat di UU Cipta Kerja Jika Kena PHK

Unjuk rasa buruh menolak PHK. (Foto ilustrasi).
Sumber :
  • Annisa Maulida/ VIVA.co.id

VIVA – Disahkannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja oleh DPR RI diklaim berikan keuntungan bagi pekerja. Salah satunya adalah memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK).

Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah Redjalam, mengatakan dalam UU Cipta Kerja, pekerja yang mengalami PHK dijamin mendapatkan haknya berupa pesangon sesuai peraturan yang ditetapkan, yakni 25 kali gaji.

"Saya pastikan tidak ada yang merugikan pekerja. Karena di balik penurunan dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji, ada kepastian itu akan terbayarkan. Mana yang lebih menguntungkan, dikasih iming-iming pesangon 32 kali tapi tidak dibayar, atau pesangon 25 kali gaji tapi pasti terbayar? Saya pasti milih yang 25 kali gaji," kata Piter dalam keterangannya, dikutip Sabtu 26 Desember 2020. 

Piter juga memastikan UU Cipta Kerja menjadi angin segar bagi pekerja karena mampu menjadi solusi dari persoalan pesangon bagi pekerja yang terdampak PHK. Sehingga, memberikan kepastian pembayaran pesangon bagi pekerja yang terdampak PHK. Meskipun jumlah pengkalian pesangonnya lebih kecil, dari 32 kali gaji menjadi 25 kali gaji.

"Kenapa soal pesangon pekerja yang terdampak PHK pasti akan dibayar? Itu pasti, karena klausulnya tidak lagi menjadi perdata, tapi pidana. Kalau perusahaan tidak bersedia membayar hak pekerja sebagaimana tercantum UU, maka bisa dipidanakan. Artinya, negara berpihak kepada pekerja,” jelasnya. 

Ia mengungkapkan, perbedaan dari UU sapu jagat ini dengan UU 13 tahun 2003, di mana UU lama memiliki kelemahan di mana perusahaan yang tidak membayarkan pesangon pekerja hanya bisa dituntut secara perdata. 

Sedangkan, kalau perdata, lanjut dia, prosesnya akan panjang dan beban yang timbul dari persoalan tersebut ada di pekerja. Ironisnya, jika perusahaannya tetap tidak bayar maka akan dilakukan penuntutan secara perdata dan ironisnya, biayanya dibebankan ke pihak penuntut atau pekerja.

Sementara dalam UU Cipta Kerja, pengusaha yang tidak bersedia membayar pesangon bisa kena tuntutan pidana dan pengusaha akan berhadapan dengan negara. Artinya, negara ada di depan para pekerja, melindungi pekerja, berhadapan dengan para pengusaha.

Menhub akan Usulkan ke Jokowi: Pekerja WFH untuk Cegah Kepadatan Arus Balik Lebaran

Selain itu, tak hanya terkait pesangon, UU Cipta Kerja juga melindungi pekerja dalam konteks PHK. Pasal 151 UU Cipta Kerja menyebut, perusahaan pekerja, serikat pekerja, dan pemerintah harus mengupayakan tidak terjadi PHK. Dan kalaupun terjadi PHK dan pekerja menolak, maka harus dilakukan perundingan bipartit. Jika belum mencapai kesepakatan maka harus dilakukan dengan menyelesaikan perselisihan hubungan industri. 

"Artinya, Ini jelas sekali tidak ada ruang pengusaha untuk melakukan tindakan sewenang-wenang kepada pekerja," jelasnya.

8 Negara Terbaik untuk Bekerja Secara WFH

Lalu, Pasal 153 menyebut perusahaan dilarang melakukan PHK karena pekerja sakit selama tidak lebih 12 bulan, menjalankan ibadah, menikah, hamil, melahirkan atau gugur kandungan, dan beberapa hal lainnya. 

"Ini merupakan bukti jika pemerintah melindungi pekerja. UU Ciptaker adalah UU yang sangat baik. UU ini memang belum sempurna tapi pemerintah sudah memberikan kesempatan untuk memberikan masukan. Masih ada proses yang masih berjalan, pembahasan turunan UU," ujarnya.

Jika Produktivitas Pekerja Meningkat, Menaker Dukung Mudik dan Balik Gratis

Sementara itu, berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan pada 2019 tercatat hanya 27 persen pengusaha yang memenuhi kompensasi sesuai dengan ketentuan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Sisanya, 73 persen tidak melakukan pembayaran kompensasi PHK sesuai dengan UU Ketenagakerjaan. Alasan perusahaan beragam dari mulai mengaku pailit sehingga tak sanggup membayar pesangon sampai pekerja mengundurkan diri.

Bahkan, laporan Bank Dunia yang mengutip data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS 2018 menyatakan 66 persen pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai aturan, 27 persen pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan 7 persen pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan. (ren)
 

OCS Indonesia (Doc: Natania Longdong)

Industri Facility Manajemen Indonesia di Atas Vietnam dan Kamboja

Industri Facility Management (FM) yang memasok pekerja outsourcing di Indonesia mengatakan bahwa pasar Indonesia lebih baik dari Vietnam dan Kamboja.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024