Tercekik Bunga Bank, Vendor Ancol Tuntut Pembayaran

Suasana kawasan Taman Impian Jaya Ancol
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA –  Sejumlah vendor di Taman Impian Jaya Ancol mengeluhkan besarnya tunggakan pembayaran yang angkanya diperkirakan mencapai Rp120 miliar. Kondisi ini terjadi sejak diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada Maret 2020.

Tens of Thousands People Visit Ancol on Eid Holidays

“Dengan penutupan Ancol tersebut, sampai di tahun 2021 ini tidak ada kejelasan kapan tagihan para vendor akan diselesaikan tuntas," kata Ketua Paguyuban Vendor Ancol, Oni Raharyanto saat ditemui di kawasan Depok, dan dikutip pada Selasa 12 Januari 2021

Oni mengungkapkan, Direktur Utama PT. Pembangunan Jaya Ancol/Taman Impian Jaya Ancol, Teuku Sahir Sahali sempat berjanji untuk tetap mencicil sekuatnya seperti yang sudah dilakukan di tiga bulan sebelumnya pada awal masa pandemi. Namun, hal itu pun tidak berjalan mulus sesuai harapan para vendor.

Hari Libur Lebaran, Wisata Ancol Capai Puluhan Ribu Pengunjung

“Usaha Ancol selama ini hanya mencicil sedikit-sedikit yang sangat tidak signifikan dengan total kewajibannya,” kata dia

Terkait hal tersebut, sejumlah vendor mendesak agar pihak manajemen Ancol mengajukan penanaman modal daerah atau PMD, kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai dana bantuan untuk menuntaskan tagihan macet tersebut.

Setelah 5 Tahun DAY6 Balik Lagi ke Jakarta Ikut Saranghaeyo Indonesia 2024

"Jadi, jangan hanya berharap dari omset Ancol yang minim akibat pembatasan pengunjung," ujar Oni.

Ia mengungkapkan, pada Oktober 2020 lalu, pihaknya sudah mencoba untuk melakukan mediasi dengan pihak manajemen, terkait schedule pembayaran. Tapi, hal itu tidak berjalan sesuai rencana.

"Ya, sampai saat ini nyatanya schedule pembayaran tidak dapat, cuma ada cicilan pembayaran dengan nilai yang minimal," lanjutnya.

Oni mengaku, kondisi ini telah memberikan dampak buruk bagi perekonomian para vendor yang di dalamnya terdiri dari banyak pegawai dan suplier.

Akibatnya, tak sedikit dari para pelaku usaha tersebut terpaksa mengajukan pinjaman ke pihak bank dengan jaminan SPK atas Ancol dan dengan nilai bunga yang cukup tinggi.

Itu dilakukan demi bisa menutupi utang dengan pihak suplier hingga gaji pegawai.

“Kita kan ada tagihan di mana-mana, harus bayar bunga bank juga yang enggak boleh telat dan biaya operasional kantor," tutur Oni.

Menurut dia, tidak sepatutnya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta itu menyusahkan dan membebani rekanannya yang mayoritas adalah perusahaan kecil atau UKM.

“Perusahaan daerah atau negara-lah yang seharusnya memberikan contoh praktik usaha atau bisnis yang sportif dan baik,” ujarnya.

Oni menambahkan, pidato presiden bahkan sempat menegaskan jika di masa pandemi ini UMKM dan UKM tidak boleh mati dan harus dibantu. 

“Dalam hal ini kami para vendor Ancol tidak minta dibantu pendanaan untuk menyelamatkan usaha masing-masing.”

Ia menegaskan, pihaknya hanya butuh campur tangan pemerintah daerah atau bahkan pemerintah pusat untuk membantu menyelesaikan hak atas tagihan pekerjaan di Ancol.

“Sehingga kami semua diharapkan dapat bertahan dalam situasi sulit dan tidak tercekik dan terbebani bunga bank akibat berhutang untuk mendanai proyek-proyek Ancol. Sedangkan Ancol sudah hampir setahun belum menyelesaikan kewajibannya,” katanya

Oni dan sejumlah vendor Ancol menyadari, COVID-19 adalah bencana yang telah berdampak luas. Namun, hal itu tidak bisa selamanya dijadikan alasan untuk tidak memenuhi kewajiban.

"Kami para vendor pun juga tetap menyelesaikan kewajiban kepada pemasok bahan baku masing-masing. Jika kami tidak membayar kewajiban kami, tentunya akan mematikan usaha kami sendiri atas kelalaian Ancol," ujarnya.

Baca Juga: Mendag Lutfi Tegaskan Siap Salah soal Harga Cabai

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya