Menteri Bambang: Dunia Usaha Salah Satu Kunci Sukses Riset dan Inovasi

Menristek Bambang PS Brodjonegoro.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A/hp.

VIVA – Pemerintah menggunakan konsorsium riset dan inovasi guna mempersiapkan diri menghadapi tantangan yang tidak terduga (emerging issue) di masa depan. Dengan adanya konsorsium, Indonesia semakin mudah melakukan evaluasi dan bergerak cepat mengatasi permasalahan yang ada. 

Riset: Kebiasaan Belanja Orang Indonesia, Bandingin Harga di Situs Online dan Toko Offline

Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional, Bambang Brodjonegoro mengatakan, riset dan inovasi akan terus punya peranan besar di masa depan. Khususnya pada pemulihan setelah pandemi, termasuk sektor ekonomi. 

Karenanya, kolaborasi untuk menghasilkan penelitian hingga memastikan manfaatnya sampai ke masyarakat sangat dibutuhkan. Upaya ini dilakukan dengan mengkolaborasikan seluruh elemen.

Survei Ungkap Ketahanan Finansial Milenial Indonesia Tertinggi Se Asia, Ada Tapinya

Baca juga: Kemendag Klaim Pengaduan Konsumen pada 2020 Menurun

Seperti pemerintah pusat dan daerah, perguruan tinggi, balitbang swasta dan pemerintah, dunia usaha dan industri, hingga organisasi masyarakat sipil (OMS).

Arsjad Rasjid Kembali Bertugas Sebagai Ketum Kadin Usai Jadi Ketua TPN Ganjar-Mahfud

“Saya ingin kembali lagi pada konsep triple helix sebagai dasar membangun ekosistem riset dan inovasi di Indonesia," ujar Bambang dalam acara Diskusi Kebijakan: Kolaborasi Kepakaran dan Riset Dasar untuk Lompatan Inovasi, Selasa 12 Januari 2021.

Menteri Bambang meyakini, bahwa kolaborasi dengan dunia usaha menjadi prioritas urgensi saat ini. Bagaimana pun dalam ekosistem riset dan inovasi perlu terjadi transformasi, dari dominasi peran negara, baik secara sumber daya dan anggaran, ke dominasi peran dunia usaha secara bertahap. 

"Kalau triple helix antara pemerintah, peneliti, dan dunia usaha tidak bisa dibangun dengan baik, menurut saya sangat mustahil kita bisa melahirkan ekosistem riset dan inovasi yang kuat. Jadi, kuncinya dari situ,” tambahnya.

Bambang menambahkan, pada masa pandemi kolaborasi triple helix antara peneliti, pemerintah dan dunia usaha bisa berjalan lancar. Salah satu contohnya adalah produksi alat tes COVID-19 yang dibuat oleh industri dalam negeri. 

Padahal, ketika awal pandemi, alat tes COVID-19 masih diimpor. Ini menjadi contoh bahwa di masa pandemi, peneliti sudah bisa berkolaborasi dengan dunia usaha yang selama ini lebih memrioritaskan keuntungan dan juga dengan bantuan dari pemerintah.

Sementara itu Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Ibu Tri Nuke Pudjiastuti mengungkapkan, proses kolaborasi berdasarkan kepakaran akan memudahkan penanganan emerging issue. Karena dapat diselesaikan dalam waktu cepat.

"Keterwakilan ragam dari perspektif yaitu kepakaran dan pemangku kepentingan itu menjadi sangat penting sekali,” tambahnya.

Maski demikian, ada  Hal lain yang masih perlu diperbaiki ialah kolaborasi dengan daerah. Sebab masih ada balitbang di daerah yang diisi oleh nonpeneliti. 

Hal ini disebabkan cara kerja yang masih seperti birokrat. Imbasnya membuat balitbang sulit untuk menghasilkan riset berkualitas tinggi dan memiliki kepakaran sehingga sering kali hasil penelitiannya tidak dipakai oleh pemangku kebijakan. 

“Di sini, peran pemerintah harusnya pada fasilitasi transformasi sosial, budaya dan ekonomi di daerah. Karena, centre of excellence itu mustinya terjadi di daerah," ujar Direktur Tata Ruang, dan Penanganan Bencana Bappenas, Sumedi Andono Mulyo. 

"Yang kedua, selain fasilitasi adalah penguatan suatu rantai nilai dalam kerangka ekonomi (circular economy) dengan berdasarkan kaidah pembangunan berkelanjutan. Nanti kami elaborasi itu,” tambahnya.

Lebih lanjut, perguruan tinggi berperan besar untuk membantu memperkuat kualitas riset dan inovasi di daerah. Selain kolaborasi dan pusat keunggulan, pengembangan riset dasar penting dilakukan. 

Menurut Dosen Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia Roby Muhamad, ketika negara mampu mengembangkan riset dasar di beberapa bidang strategis, tantangan yang tidak terduga dapat diprediksi dengan baik.

“Kita pola pikirnya harus keluar dari pakem selama ini, keluar dari pola pikir riset dasar ke aplikatif. Untuk keluar dari sini, kita harus fokus memajukan teori sosial dan fokus pada solusi masalah sosial. Jadi, menyelesaikan masalah sosial dan membangun teori sosial harus dikerjakan bersama-sama,” tambah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya