-
VIVA – Pandemi COVID-19 meningkatkan beberapa potensi risiko di sektor keuangan. Baik di sisi risiko likuiditas berupa aliran dana keluar, risiko kredit berupa debitur yang default akibat penurunan aktivitas usahanya, serta tekanan profitabilitas baik pada perusahaan maupun debitur.
Potensi berlanjutnya pemburukan ekonomi akibat pandemi ini akan mengancam stabilitas sistem jasa keuangan apabila tidak dilakukan pencegahan (mitigasi) lebih dini. Hal tersebut pun direspons cepat oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan mengeluarkan kebijakan forward looking and countercyclical.
Kebijakan itu yang ditujukan untuk mengurangi volatilitas pasar dan outflow non-residen, serta menjaga stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan. Pemerintah dan Bank Indonesia juga sangat membantu dengan stimulus fiskal dan kebijakan moneter yang akomodatif.
Baca juga: Menteri Basuki Minta Kontraktor di Sulbar Bantu Tanggap Bencana
"OJK bersama Pemerintah dan Bank Indonesia telah memberikan ruang bagi sektor riil untuk bertahan dalam menghadapi dampak pelemahan ekonomi khususnya dalam memitigasi risiko gagal bayar debitur (default) dan risiko likuiditas di pasar keuangan," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan secara virtual di Jakarta, dikutip Minggu 17 Januari 2021.
Wimboh menuturkan, dengan berbagai kebijakan tersebut, perekonomian domestik secara bertahap terus membaik. Didorong juga oleh realisasi stimulus fiskal perbaikan ekspor, serta kebijakan restrukturisasi kredit. Hal itu meringankan beban masyarakat, pelaku sektor informal, dan UMKM serta pelaku usaha lainnya.