Pemerintah Malang Dikritik Minim Sosialisasi PPKM, Kuliner Babak Belur

Seorang petugas di Rumah Makan Kertanegara di Kota Malang, Jawa Timur, memeriksa suhu tubuh tamu di restoran itu sebagai bagian dari penerapan protokol kesehatan pencegahan penularan COVID-19.
Sumber :
  • VIVA/Lucky Aditya

VIVA – Rumah Makan Kertanegara di Kota Malang, Jawa Timur, mengeluhkan anjloknya omzet mereka sejak dua bulan terakhir. Penurunan jumlah kunjungan mereka rasakan sejak pemberlakuan jam malam pada liburan Natal 2020 dan Tahun Baru 2021.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Disusul Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa dan Bali makin membuat usaha kuliner babak belur. 

Pemilik rumah makan Kertanegara, Indra Setiyadi, mengatakan pada Senin, 18 Januari 2021 bahwa pendapatan sehari-hari yang mereka peroleh dalam dua bulan terakhir tidak cukup untuk biaya operasional dan gaji karyawan. Saat PPKM, mereka pernah mencatat penghasilan terendah sejak didirikan pada 2007.

Tersambar Petir, Bangunan Saung Bambu Mang Eking di Tangerang Terbakar

Suatu hari mereka mendapatkan Rp630 ribu, keesokan harinya Rp2 juta, nilai transaksi yang rendah untuk Rumah Makan Kertanegara.

Selama pandemi COVID-19, industri kuliner di Kota Malang meredup. Sejak pemberlakuan sejumlah aturan pengetatan untuk menekan kasus COVID-19, jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Malang menurun drastis. Wisatawan menunda perjalanan ke Malang, apalagi ada aturan kewajiban rapid test bagi warga luar kota untuk berlibur atau menginap di hotel.

Singapore PM Lee Hsien Loong to Resign After Two Decades on Duty

Baca: Ahli Epidemiologi Ungkap Tingkat Efikasi Vaksin Sinovac

"Jangankan PPKM, sebelumnya sudah sangat berdampak. Untuk kuliner, setelah PSBB berlalu, masuklah saat new normal itu berangsur membaik. Begitu ada jam malam, sebelum Natal dan tahun baru, langsung menurun. Ternyata angka COVID-19 naik dan PPKM diberlakukan tambah menurun," ujar Indra. 

Tidak merumahkan karyawan

Rumah Makan Kertanegara memiliki 40 karyawan. Tidak satu pun di antara mereka dirumahkan, apalagi di-PHK, terutama karena alasan kekeluargaan.

Karena para karyawan telah loyal bekerja hampir tiga tahun. Beberapa di antaranya bahkan ikut merintis selama 14 tahun. Pendapatan yang tidak sebanding dengan pengeluaran, memaksa Indra mencarikan dana talangan untuk operasional dan gaji karyawan.

"Mereka sempat kita gaji 50 persen di awal pandemi atau saat PSBB. Kita tidak mungkin merumahkan karena mereka juga punya keluarga kita tetap mempekerjakan karyawan," ujarnya.

Peduli pelaku usaha

Indra, yang juga ketua Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo) Malang, menyebut Pemerintah Kota Malang kurang dalam sosialisasi. Sampai saat ini, setelah PPKM berjalan satu pekan, dia tidak menerima surat edaran tentang PPKM dari Pemkot Malang, terutama berkaitan jam malam bahwa mulai pukul 20.00 WIB seluruh tempat usaha harus tutup.

"Kami tidak mendapat surat sama sekali soal PPKM. Secara person tidak ada, secara organisasi juga tidak ada. Menurut saya, paling penting adalah gencarkan sosialisasi protokol kesehatan ke masyarakat," katanya. 

Indra mengkritik pemerintah yang tidak mampu memetakan usaha yang berpotensi melanggar protokol kesehatan dan tidak. Dia mengklaim aturan pembatasan di Rumah Makan Kertanegara telah diterapkan sebaik mungkin, termasuk pengukuran suhu tubuh, kewajiban cuci tangan, dan menjaga jarak. Mereka juga telah tersertifikasi oleh Kemenparekraf. 

"Daerah seharusnya memiliki peta di mana tempat kuliner rawan yang tidak memenuhi prokes dan mana kuliner yang sudah terverikasi Kemenparekraf. Harapan kami pemda memberikan kebijakan yang bisa mendongkrak pendapatan selain meminta tutup sesuai aturan jam malam," ujar Indra.

Respons pemerintah

Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Pemerintah Kota Malang Nur Widianto mengatakan, sesuai aturan surat edaran soal PPKM diserahkan kepada organisasi perangkat daerah (OPD) terkait, yakni Dinas Kesehatan. Dia menyebut, selain surat edaran yang dikirim langsung oleh Pemkot Malang, pelaku usaha seharusnya bisa mengakses informasi dari sumber lain.

"Harusnya sudah. Seperti halnya edaran sebelumnya, dan pintu informasi juga sangat banyak. Mengacu pada pola sebelumnya dilewatkan OPD pengampu untuk diteruskan ke stakeholder-nya," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya