Sri Mulyani: Tata Kelola Keuangan Papua dan Papua Barat Masih Lemah

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan bahwa dalam dua dekade pelaksanaan otonomi khusus (otsus) di Provinsi Papua dan Papua Barat, kedua wilayah itu telah menerima dana otsus hingga mencapai Rp138,65 triliun.

Mendagri Ingatkan Dana Otsus Triliunan Rupiah tapi Masih Banyak Warga Miskin di Papua

Namun, sebagai dua wilayah yang mendapatkan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) terbesar dalam lima tahun terakhir, tingkat kesejahteraan masyarakat Papua dan Papua Barat hingga kini masih berada di bawah rata-rata nasional.

"Salah satu penyebabnya adalah disiplin tata kelola keuangan yang lemah," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Selasa, 26 Januari 2021.

Pj Bupati Sorong: Otsus Tak Jatuh dari Langit tapi Melalui Perjuangan Panjang

Baca: 20 Tahun Dana Otsus, Papua dan Papua Barat Terima Rp138,65 Triliun

Sri Mulyani menjelaskan, indikasi kelemahan tata kelola keuangan di Papua dan Papua Barat, misalnya, seperti dalam hal kepatuhan penyampaian APBN Provinsi Papua. Dalam tiga tahun terakhir sekitar 33 persen pemda di Papua belum memenuhi kepatuhan penyampaian APBD. Sementara itu, di Papua Barat, dalam tiga tahun terakhir kondisinya sedikit lebih baik dengan 29 persen pemda yang belum mematuhi kepatuhan penyampaian APBN.

Bamsoet: MPR Dorong Pemerintah Ambil Langkah Lebih Tegas untuk Normalisasi Keamanan di Papua

Belum optimalnya administrasi keuangan di Papua dan Papua Barat juga masih menjadi kendala di kedua wilayah itu. Dalam status wajar tanpa pengecualian (WTP) yang didapat Papua pada periode 2014-2018, sebanyak 51,7 persen kabupaten/kota di dalamnya justru mendapatkan opini disclaimer dan adverse pada 2018.

"Sementara untuk Papua Barat, sebanyak 38,5 persen kabupaten/kota berstatus wajar dengan pengecualian (WDP) di tahun 2018," katanya.

Karenanya, Sri Mulyani menilai bahwa status WTP dan WDP yang diraih Papua dan Papua Barat pada periode itu mengindikasikan adanya aspek kepatuhan administrasi, standar akuntansi, dan pelaporan yang tidak terpenuhi. Hal itu bisa jadi akibat adanya suatu kasus atau isu dalam hal tata kelola keuangan, yang menyebabkan kedua wilayah itu mendapatkan status adverse atau disclaimer.

Selain itu, Sri Mulyani menjelaskan bahwa terdapat indikasi pemakaian dana otsus yang dinilai masih jauh dari kata optimal. Sebab, tercatat bahwa sisa lebih pembiayaan anggaran (Silpa) dana otsus rata-rata di Papua dalam tujuh tahun terakhir mencapai sebesar Rp528,6 miliar per tahun.

Hal itu di samping sisa dana infrastruktur yang mencapai Rp389,2 miliar, dan Silpa Provinsi Papua yang mencapai Rp1,7 triliun di tahun 2019.

Di Papua Barat, rata-rata Silpa dalam tujuh tahun terakhir mencapai Rp257,2 miliar dan sisa dana infrastruktur mencapai Rp109,1 miliar. Hal itu belum termasuk Silpa Papua Barat di 2019 yang mencapai Rp370,7 miliar.

"Jadi dana otsus yang semestinya dipakai untuk mengejar ketertinggalan, ternyata pemakaiannya tidak maksimal. Padahal masyarakat sangat membutuhkan anggaran tersebut untuk mengejar ketertinggalan Papua dan Papua Barat dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya di Indonesia," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya