Pulihkan Bisnis, Industri Penerbangan Curhat Butuh Insentif Pemerintah

Ketua Umum INACA, Denon Prawiraatmadja
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – Industri penerbangan Indonesia dinilai masih butuh perhatian penuh Pemerintah untuk bangkit dari keterpurukan terdampak pandemi COVID-19. Berbagai insentif pun dinantikan. 

Keuskupan Agung Jakarta Sebut Paus Fransiskus Akan Kunjungi Indonesia September 2024

Ketua Umum Indonesia National Air Carries Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengungkapkan, industri ini penting untuk jadi perhatian. Mengingat, sektor ini adalah salah satu kontributor utama perekonomian Indonesia karena memberikan sumbangan lebih dari 2,6 persen produk domestik bruto (PDB) serta menyediakan sekitar 4,2 juta pekerjaan.

Dia menjelaskan, saat ini maskapai penerbangan membutuhkan insentif perpajakan. Bahkan, seluruh maskapai nasional sudah mengajukan permohonan kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Keuangan sejak Maret tahun lalu.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

“Keputusan insentif perpajakan ini ada di tangan Kemenko Perekonomian. Saya berharap insentif ini bisa segera direalisasikan, karena ini membantu sekali untuk maskapai,” tutur Denon dikutip dari keterangannya di Jakarta, Jumat 26 Februari 2021.

Denon memaparkan, ada sekitar 36 perusahaan yang tergabung dalam asosiasi yang mengajukan permintaan insentif perpajakan. Mereka sepakat meminta insentif Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh 21) yang ditetapkan Pemerintah.

Kapten Vincent Kena Flu Singapura Sampai Bernanah: Lebih Sengsara dari COVID!

“Sampai sekarang kami cukup intens berkomunikasi dengan Kemenko Perekonomian untuk menghitung besaran insentifnya. Tapi karena ini menyangkut dana Pemerintah, tentu tidak boleh salah menghitungnya, harus benar-benar sesuai,” ungkap.

Baca juga: Aturan Vaksin Mandiri Diteken, Karyawan Ditegaskan Gratis

Selain itu, dia melanjutkan, maskapai penerbangan juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penerbangan. Seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav.

Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina, menurut Denon, terkait dengan biaya avtur. Sebab, biaya bahan bakar ini memakan 40-45 persen biaya operasional maskapai. Sementara, Pertamina adalah penyedia avtur satu-satunya di tanah air.

“Itu sebabnya, yang kami mohonkan adalah fleksibilitas mekanisme pembayaran biaya-biaya, seperti biaya avtur, navigasi, dan biaya-biaya kebandaraan lainnya dari Airnav dan Angkasa Pura,” ujarnya. 

CEO Indonesia AirAsia Veranita Yosephine mengungkapkan, pihaknya pun terus bernegosiasi dengan pengelola bandara terkait biaya parkir pesawat yang tidak aktif untuk mendapatkan penundaan atau pemotongan biaya. 

Meski demikian menurutnya,, industri penerbangan juga akan terbantu dengan adanya percepatan vaksinasi dan upaya-upaya mempermudah tes COVID-19. Khususnya untuk meringankan biaya perjalanan dengan transpotasi udara. 

Terkait insentif yang telah terealisasi seperti keringanan biaya Passenger Service Charge (PSC). Menurut Veranita, Pemerintah diharapkan mulai menyiapkan pembukaan pintu perbatasan international, terutama dalam pemenuhan syarat-syarat kesehatan yang ditetapkan, seperti keterangan bebas COVID-19 maupun vaksinasi. 

“Kami terus berkoordinasi dengan otoritas, asosiasi dan pemangku kepentingan penerbangan agar bisa bertahan dan pulih dari kondisi dampak pandemi ini.” 

Sementara itu, Direktur Utama PT Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo berharap, antusiasme masyarakat menggunakan moda transportasi udara untuk melakukan perjalanan kembali pulih.

Apalagi, studi dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) dan International Air Transport Association (IATA) menyatakan, pesawat merupakan moda transportasi paling 'sehat' dibanding moda transportasi lainnya. 

Pemerintah lanjutnya, juga telah mengeluarkan aturan protokol kesehatan lebih ketat untuk penumpang pesawat dibanding dengan moda transportasi lain. Program vaksinasi COVID-19 pun kini telah berjalan dan terus dilakukan.

Jika vaksinasi dapat terpenuhi sesuai target, dia pun berharap, secara bertahap permintaan penerbangan akan mulai pulih pada 2022.

"Jangka waktu paling optimis yang pernah disebutkan adalah akhir 2023 atau awal 2024, itu baru akan kembali ke angka trafik seperti 2019," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya