Catat, Upah Per Jam Hanya untuk Pekerja Paruh Waktu

Demo buruh di depan istana negara menyambut hari upah layak sedunia beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • Viva.co.id/Foe Peace

VIVA – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengingatkan kepada para pengusaha bahwa sistem perhitungan upah per jam hanya bagi para pekerja atau buruh tertentu. Upah dengan sistem ini ditegaskan bisa digunakan bagi pekerja yang berstatus pekerja paruh waktu.

Menaker Ida Menuturkan Transformasi BLK Tingkatkan Kualitas Pelatihan Vokasi

Direktur Pengupahan Kemnaker, Dinar Titus Jogaswitani mengatakan hal ini juga telah dijelaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 yang merupakan turunan UU Cipta Kerja. Dalam aturan ini, besaran upah per jam hanya diperuntukkan bagi pekerja paruh waktu.

"Jadi upah per jam ini memang hanya diperuntukkan bagi pekerja yang bekerja paruh waktu di mana data dari bps kurang dari 35 jam seminggu atau kurang dari 7 jam dalam satu hari," tegas dia secara virtual, Selasa, 2 Maret 2021.

Siapkan Tenaga Kerja yang Kompeten, Kemnaker Ajak Jepang Investasi Pelatihan Bahasa

Baca juga: Uang Kertas Peru Ternyata Dicetak di Indonesia

Dinar menekankan, untuk besaran upahnya dibayarkan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja. Namun, tidak boleh lebih rendah dari hasil perhitungan formula upah per jam.

Bertemu Pelayanan Imigrasi Kementerian Kehakiman, Kemnaker Berharap Banyak Peserta SSW di Jepang

Adapun formulanya, disebutkan Dinar, upah per jam sama dengan upah sebulan dibagi dengan 126. Upah sebulan ini ditegaskannya adalah upah minimum yang ditetapkan dalam satu tahun kerja.

"Ini 126 adalah upah seminggu, 29 jam dikalikan seminggu dalam satu bulan 52 minggu. Artinya 52 minggu dalam satu tahun dikali 1 minggunya 29 jam hasilnya dibagi dengan 12 bulan maka ketemu 126," tegas dia.

Angka penyebut dalam formula perhitungan upah per jam, dalam hal ini 126, ditegaskannya dapat dilakukan peninjauan apabila terjadi perubahan median jam kerja pekerja paruh waktu secara signifikan.

Peninjauan ini dilakukan dan ditetapkan hasilnya oleh menteri ketenagakerjaan dengan mempertimbangkan hasil kajian yang dilasanakan oleh dewan pengupahan nasional berdasarkan data Badan Pusat Statistik.

"Memang karena nilai median tertinggi 29 jam saat ini, mungkin dalam beberapa tahun ke depan ternyata median upah tertingginya untuk upah per jam jadi berbeda, Menteri bisa melakukan peninjauan ini tentu hasil dari berdasarkan data BPS," papar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya