PHRI Minta Pemerintah Perpanjang Dana Hibah Pariwisata Tahun Ini

Ketua PHRI Haryadi Sukamdani.
Sumber :
  • M Yudha P/VIVA.co.id

VIVA – Pengusaha Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) berharap Pemerintah akan memperpanjang alokasi dana hibah pariwisata untuk tahun 2021 ini. Ibah itu dinilai masih sangat dibutuhkan sektor pariwisata. 

Eks Presiden Sriwijaya FC Tersandung Korupsi Dana Hibah, Kini Ditahan Kejati Sumsel

Ketua Umum PHRI, Hariyadi Sukamdani, menegaskan bahwa hal itu sangat penting guna terus menggenjot roda ekonomi di sektor pariwisata. Supaya bisa kembali bergerak dan membawa manfaat bagi perekonomian nasional.

"Kami berharap hibah pariwisata ini bisa diperpanjang lagi di tahun 2021," kata Hariyadi dalam telekonferensi di pembukaan Rakernas PHRI I 2021, Kamis 18 Maret 2021.

PM Singapura Lee Hsien Loong Mundur dari Jabatan, Ini Sosok Penggantinya

Baca juga: Eksportir Ungkap Fakta Dibalik Surplus Perdagangan RI Kala Pandemi

Selain itu, dalam acara yang juga turut dihadiri oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno, Hariyadi juga meminta penambahan alokasi vaksin bagi para pekerja di sektor pariwisata, khususnya hotel dan restoran. Sebab, jatah hampir 93 ribu vaksin menurutnya masih sangat sedikit, dibandingkan total jumlah pekerja di kedua sektor tersebut.

Salat Id di Masjid Agung Al-Azhar, JK Ngaku Senang Lebaran Kali Ini Ramai

"Saat ini kita melihat (pekerja hotel dan restoran) yang sudah terdaftar di PHRI saja sudah lebih dari 122 ribu orang. Bahkan di DKI Jakarta saja ada 37 ribu orang," ujarnya.

Selain itu, Hariyadi juga berharap koordinasi yang telah dilakukan PHRI bersama Sekretaris Eksekutif I Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN), Raden Pardede, akan bisa membantu pihaknya dalam masalah modal kerja.

Khususnya terkait dengan masalah restrukturisasi utang kepada pihak perbankan, yang diharapkan bisa dibantu koordinasinya oleh pihak Kemenparekraf dan Kemenkeu.

"Karena tanpa adanya intervensi terhadap perbankan (oleh pemerintah), kemungkinan akan terjadi gagal bayar yang sangat tinggi dan rentan terhadap kebangkrutan dari sektor pariwisata," kata Hariyadi.

Di sisi lain, Hariyadi juga mengeluhkan tidak terkoordinasinya sejumlah Pemda dan Polda masing-masing daerah, terkait izin kegiatan khususnya di sektor perhotelan dan restoran. Karena, kerap terjadi pembubaran oleh pihak kepolisian, pada sejumlah usaha hotel dan restoran yang sudah mulai beroperasi secara bisnis.

Dia pun mencontohkan kasus di Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana izin dari pihak Bupati dan Satgas COVID-19 setempat sudah keluar dengan ketentuan protokol kesehatan yang ketat. Namun, nyatanya langkah pembubaran kegiatan bisnis atau ekonomi di hotel dan restoran masih kerap dilakukan oleh pihak kepolisian setempat.

"Ini juga sangat memukul sektor pariwisata di daerah, di mana sebetulnya protokol kesehatan sudah dijalankan oleh pihak-pihak perhotelan dan restoran. Jadi mereka mempertanyakan siapa sebenarnya yang punya kuasa untuk menyetujui atau menolak sebuah kegiatan?" kata Hariyadi.

"Karena ketika Satgas COVID-19-nya tidak keberatan, Pemdanya juga tidak keberatan, tapi polisi bisa mengintervensi. Ini yang juga menjadi catatan kita agar bisa berkoordinasi lebih baik untuk tidak menghentikan kegiatan ekonomi dan pariwisata di daerah," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya