Sri Mulyani: Tren Positif Harga Komoditas Bantu Pemulihan Ekonomi

Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Wahyu Putro

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sejumlah tren positif harga komoditas di dunia akan turut memengaruhi pemulihan ekonomi Indonesia. Sebab, Indonesia merupakan produsen yang cukup signifikan dari beberapa komoditas tersebut.

5 Negara Bagian dengan Cadangan Minyak Terbesar di AS

Apalagi, Sri Mulyani menambahkan bahwa hal itu diiringi pula dengan makin optimisnya pemulihan ekonomi, terutama akibat didorong oleh Amerika Serikat yang baru saja menyetujui paket stimulus yang luar biasa besar.

"Sehingga harga-harga komoditas menunjukkan adanya tren positif," kata Ani akrabnya disapa dalam telekonferensi di acara APBN KiTa, Selasa 23 Maret 2021.

Ada Konflik Israel-Iran, Pemerintah Bakal Beri Bansos?

Ani mengaku bahwa pihaknya terus memperhatikan dinamika harga dari sejumlah komoditas dunia tersebut. Misalnya harga minyak dunia yang sempat melonjak pada awal tahun 2021, hingga sempat mencapai US$70 per barel pada awal Maret 2021 lalu.

Meskipun, pada beberapa minggu terakhir harga minyak dunia memang menunjukkan adanya sedikit volatilitas dan pelemahan, pada kisaran US$67,8 per barel. "Namun ini sudah di atas US$60 per barel," ujarnya.

Konflik Iran Vs Israel, Harga BBM Subsidi Naik?

Selain itu, harga CPO (crude palm oil) juga terpantau meningkat, di mana pada 16 Maret 2021 mencapai 4.170 (ringgit) per ton dan merupakan peningkatan tertinggi sejak September 2015. "Kalau dilihat, pernah mencapai 4.125 (ringgit) per ton," kata Sri Mulyani.

Dia menjelaskan, permintaan yang meningkat seiring keterbatasan suplai CPO, menjadi penyebab bergeraknya harga CPO yang meningkat tersebut. Sehingga, sebagai salah satu produsen CPO terbesar di dunia, Indonesia seharusnya bisa melihat adanya peluang dari kondisi tersebut.

"Ini tentu baik untuk perekonomian Indonesia sebagai produsen CPO terbesar," ujar Sri Mulyani.

Meski demikian, Sri Mulyani mengingatkan bahwa Indonesia juga harus mewaspadai harga komoditas seperti kedelai yang juga menunjukkan kenaikan signifkan hingga melampaui US$13 dolar per bushels. Bahkan, harga itu disebut-sebut sebagai harga kedelai tertinggi selama enam tahun terakhir.

Ani mengatakan bahwa penyebabnya adalah karena adanya kondisi pemulihan ekonomi di China (RRT), sehingga saat permintaannya sangat tinggi namun justru masih ada kendala dari sisi suplainya.

"Harga batu bara mencapai US$90 per ton, didorong oleh permintaan listrik dan industri yang makin pulih di RRT, India, dan Asia Tenggara, yang masih menggunakan batu bara sebagai salah satu sumber listrik mereka," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya