Dituding Menambang Ilegal, Ini Jawaban Pembangun Smelter di Kolaka

Ilustrasi tambang ilegal
Sumber :
  • istimewa

VIVA – PT Ceria Nugraha Indotama (CNI) menjawab tudingan Konsorsium Nasional Aktivis Pemerhati Lingkungan (KN-APL) terkait adanya dugaan aktivitas penambangan di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP).

Beroperasi Juni 2024, Smelter Freeport di Gresik Bakal Diresmikan Jokowi?

Sebelumnya diberitakan, atas dugaan tindak pidana ini, KN-APL meminta agar aparat penegak hukum mulai dari Polri, KPK hingga Kejaksaan Agung memeriksa Direktur Utama PT CNI. Sebab, diduga telah melakukan kejahatan lingkungan secara terorganisir.

Merespons tudingan tersebut, Kepala Tehnik Tambang PT CNI, Alpi Cekdin memastikan bahwa proses penambangan yang diterapkan perusahaan telah mengikuti Best Mining Practice dengan luasan Wilayah Izin Usaha Pertambangan seluas 6785 Hektar.

Smelter Freeport di Gresik Mulai Produksi Agustus 2024 dengan Kapasitas 50 Persen

Dalam wilayah izin usaha pertambangan (WIUP), PT CNI dikatakannya telah mengantongi Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) Pertama sesuai dengan Keputusan Menteri LHK No. SK 584/MENLHK/SEKJEN/PLA.0/12/2018 pada 17 Desember 2018 seluas 333,35 hektare.

Kemudian IPPKH kedua sesuai dengan Keputusan Menteri LHK No. SK 578/MENLHK/SEKJEN/PLA.0/8/2019 pada 20 Agustus 2019 tentang Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan untuk kegiatan Operasi Produksi Nikel dan Sarana Penunjangnya pada kawasan Hutan ProduksinTerbatas PT CNI seluas 623.46 hektare

5 Polisi di Kolaka Ditangkap karena Keroyok Warga hingga Babak Belur, Kapolres Minta Maaf

"Dengan menerapkan kaidah pertambangan yang baik serta kegiatan operasi produksi yang terintegrasi dengan fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter), maka PT CNI ditetapkan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN)," tegas dia dikutip dari keterangan resmi, Senin, 5 April 2021.

Di sisi lain, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) juga disebutkan telah menetapkan PT CNI sebagai perusahaan tambang nikel di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara yang merupakan perusahaan pemegang Proper Biru pada 2019 dan 2020.

Proper Biru tersebut ditetapkan melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia nomor 3 tahun 2014 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain Proper Biru dari KLHK, PT CNI juga diklaim telah meraih tiga sertifikat berstandar internasional diantaranya Sertifikat ISO 9001: 2015, Sertifikat ISO 14001: 2015 dan Sertifikat ISO 45001:2018.

“PT Ceria telah berhasil lulus audit dan mendapatkan tiga sertifikat ISO, artinya perusahaan tersebut telah memenuhi berbagai persyaratan yang telah ditetapkan secara internasional,” tegasnya.

PT CNI saat ini ditegaskannya masih menyelesaikan pembangunan pabrik peleburan dan pengolahan bijih nikel yang menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) untuk memproduksi Ferronikel (FeNi) dan mengembangkan pabrik pengolahan nikel dan kobalt untuk memproduksi bahan baku baterai kendaraan listrik.

Perwakilan KN-APL Muh Arjuna sebelumnya menyatakan, dari hasil investigasi yang dilakukan oleh KN-APL, didapati PT CNI melakukan penambangan ilegal dan telah melakukan aktivitas jual beli nikel pada saat ekspor di tahun 2018 hingga 2019 yang merugikan negara.

PT CNI, kata Arjuna patut diduga telah melakukan pembohongan publik atas pembangunan smelter di Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Hal ini dilakukan untuk memuluskan syarat untuk melakukan ekspor di tahun 2018-2019.

Di sisi lain, KN-APL menyoroti komitmen PT CNI saat memenangi tender blok lapao-pao di Kecamatan Wolo, Kabupaten Kolaka. Dimana ungkap Arjuna, saat itu PT CNI berjanji di hadapan anggota DPRD Kolaka bakal memberikan 17,8 persen kepemilikan saham kepada pemerintah daerah.

"Meminta pihak Mabes Polri, KPK dan Kejaksaan segera mengambil sikap dalam hal ini menghentikan aktivitas yang sedang berjalan dan segera memeriksa Dirut PT CNI karena diduga telah melakukan kejahatan lingkungan secara terorganisir," katanya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya