Pandemi hingga Mudik Dilarang, DPR Minta Maskapai Diberi Insentif

Ilustrasi pesawat sejumlah maskapai.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Irwansyah Putra

VIVA – Ketua Komisi V DPR Lasarus mendorong Pemerintah untuk segera mengeluarkan insentif bagi seluruh maskapai penerbangan di Indonesia. Selain menjadi stimulus pemulihan ekonomi nasional, insentif itu pun bisa menyelamatkan keuangan maskapai di tengah larangan mudik Lebaran tahun ini. 

Cuan Banget, Inilah Kenapa Live Selling Disarankan Buat Para Penjual Online

Lasarus memaparkan, insentif yang dimaksud adalah pengurangan pungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari biaya-biaya kebandarudaraan termasuk biaya landing pesawat. Sebab, selama ini PNBP yang dibebankan ke maskapai sangat besar. 

Lasarus juga meminta Pemerintah jangan hanya fokus kepada maskapai milik negara. Pemberian insentif, menurut dia, haruslah sama kepada seluruh maskapai, termasuk maskapai swasta nasional.

Alasan Sakit, Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Mangkir Panggilan KPK

Baca juga: IMF Naikan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2021 Jadi 6 Persen

“Maskapai itu memiliki andil terhadap pertumbuhan ekonomi dan berkontribusi juga kepada pendapatan negara. Jadi harus (insentif). Dan setiap kali rapat di Komisi, kami pun sudah sampaikan itu. Kan, maskapai swasta ada perannya makanya harus diperhatikan juga," ujar Lasarus dikutip dari keterangannya, Rabu 7 April 2021. 

Riset: Kebiasaan Belanja Orang Indonesia, Bandingin Harga di Situs Online dan Toko Offline

Namun begitu, dia memahami bahwa pemberian insentif tak hanya urusan Kementerian Perhubungan tapi melibatkan juga Kementerian Keuangan. Karena itu, koordinasi antar kementerian didorong agar hal ini segera teralisasi.

"Mau tidak menteri keuangan dikurangi pendapatannya? Nanti kami akan rapatkan lagi masalah insentif ini dengan Dirjen Perhubungan Udara," kata dia.

Lebih lanjut dia menjelaskan, selain insentif perpajakan, maskapai juga membutuhkan fleksibilitas pembayaran ke sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang terkait dengan penerbangan. Seperti Pertamina, operator bandara Angkasa Pura I dan II, dan AirNav. 

"Fleksibilitas pembayaran ke Pertamina terkait dengan biaya avtur, yang memakan 40-45 persen biaya operasional maskapai," tambahnya. 

Keputusan Pemerintah melarang mudik saat libur Lebaran nanti pun tentu akan semakin menyulitkan maskapai. Sebab, pada musim-musim liburan itulah sesungguhnya kesempatan bagi maskapai meningkatkan penerimaan. 

Itu sebabnya dia menegaskan, insentif menjadi semakin dibutuhkan maskapai sebagai kompensasi dari pelarangan mudik Lebaran. 

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Transportasi Publik Azas Tigor Nainggolan mengatakan, seluruh maskapai, baik maskapai BUMN maupun swasta, seharusnya bisa menikmati insentif yang sama dari Pemerintah. 

“Jangan yang satu dapat, yang lain tidak dapat,” ujarnya.

Secara terpisah, Pengamat Penerbangan Arista Atmadjati mengatakan, ada dua hal yang harus menjadi perhatian dalam industri penerbangan. Pertama, permintaan yang masih rendah karena faktor pandemi COVID-19. Kedua, proses vaksinasi yang sedang dikebut pemerintah diperkirakan bakal membutuhkan waktu.

Menurut dia, ketika vaksinasi sudah menyeluruh maka keyakinan masyarakat untuk berpergian akan tumbuh lagi termasuk dengan menggunakan transportasi udara. Karena itu vaksinasi harus dipercepat.

Ia menilai, industri penerbangan nasional paling cepat pulih dua tahun mendatang. Setelah pandemi usai, maskapai akan bekerja sama dengan hotel hingga daerah destinasi pariwisata dan melakukan green linear untuk kebersihan dan kesehatan. 

Daerah yang menjadi destinasi wisata dan pihak hotel pun perlu melakukan disinfektan bersama. Program disinfektan pun harus dikampanyekan secara gencar di media sosial.
 
"Perlu program bersama antara stakeholder, pariwisata, dan penerbangan, dan program disinfektan ini harus kontinyu karena perlindungan kesehatan harus berkelanjutan," kata Arista," tambahnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya