Riset PwC ungkap WFH Permanen Pilihan Banyak Perusahaan Indonesia

Ilustrasi work from home (WFH)
Sumber :
  • U-Report

VIVA – PricewaterhouseCoopers (PwC) mengumumkan hasil survei terbarunya terkait dengan respons industri terhadap krisis global yang disebabkan Pandemi COVID-19. Terdapat perubahan arah industri dalam manajemen krisis di masa depan.

Alasan Kejaksaan Agung Izinkan 5 Smelter Timah Tetap Beroperasi Meski Disita

Melalui Global Crisis Survey 2021, PwC mengungkapkan bahwa dari 2.800 pemimpin perusahaan yang mewakili berbagai skala bisnis di 29 industri dan 73 negara termasuk Indonesia), berbagi data dan wawasan dalam survei tersebut.

Survei ini, yang diwakili oleh 112 business leaders di Indonesia, menunjukkan hasil pengamatan dan memberikan potret menarik tentang taktik, alat, dan proses yang diterapkan perusahaan, dan apa yang berhasil, apa yang tidak, dan mengapa.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Hasil survei menunjukkan setelah satu tahun COVID-19 berlalu, Lebih dari 70 persen responden global, termasuk Indonesia, mengatakan bisnis mereka terkena dampak negatif pandemi. Dan 20 persennya mengatakan berdampak positif secara keseluruhan.

Baca juga: COVID-19 Memburuk di India, Kerja Sama Dagang dengan RI Jalan Terus

DPP Berani Ungkap Indonesia sedang Dilanda Krisis Paling Berbahaya

Dari situ PwC menyimpulkan, dengan tim krisis yang ditetapkan dengan baik, perusahaan memerlukan program manajemen krisis yang tangkas dan yang dapat beradaptasi untuk mengatasi berbagai jenis disrupsi.

Disebutkan, hanya 35 persen organisasi memiliki rencana respons krisis yang sangat relevan. Artinya sebagian besar organisasi tidak merancang rencana bisnisnya untuk menjadi agnostik krisis, yakni ciri khas organisasi yang tangguh.

Forensic Advisor di PwC Indonesia, Paul van der Aa, menjelaskan, delapan dari sepuluh organisasi di Indonesia melaporkan bahwa mereka berencana untuk meningkatkan investasi mereka. Dalam membangun ketahanan melalui manajemen krisis, kelangsungan bisnis dan perencanaan darurat.

"Bahkan di antara para risk leader, angka itu mencapai sembilan dari sepuluh," kata dia dikutip dari keteranagan resmi, Jumat, 30 April 2021.

Untuk merancang rencana penanggulangan krisis strategis, pertama-tama dikatan, perusahaan harus menunjuk tim penanggulangan krisis yang dapat menyelaraskan rencana krisis dengan strategi sasaran dan tujuan perusahaan. Serta fokus pada peningkatan berkelanjutan dan membangun program ketahanan terintegrasi.

Selain itu, perusahaan perlu memahami bahwa program terintegrasi sangat penting untuk melaksanakan respons krisis yang sukses dan untuk membangun ketahanan. Kata Paul, pikirkan secara holistik tentang bagaimana membangun ketahanan, mulailah memecah silo, dan mengintegrasikan kompetensi ketahanan inti.

Di sisi lain, dia melanjutkan, terjadi kecenderungan pola perubahan kerja di Indonesia di mana 50 persen responden Indonesia telah menjadikan kerja jarak jauh atau work from home (WFH) sebagai pilihan permanen bagi karyawan mereka. Sementara hanya 39 persen responden global yang menetapkan kerja jarak jauh permanen.

"Sebanyak 90 persen responden Indonesia (75 persen secara global) mengatakan bahwa teknologi telah memfasilitasi koordinasi tim tanggap krisis organisasi mereka." tuturnya.
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya