Nasib Petani Kala Pandemi Dihantui Revisi Aturan Soal Tembakau

Petani menjemur daun tembakau di Sidomulyo, Senden, Selo, Boyolali, Jawa Tengah. (Foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho

VIVA – Rencana revisi Peraturan Pemerintah (PP) No 109/2012 yang mengatur pengamanan bahan yang mengandung zat adiktif berupa produk tembakau bagi kesehatan, masih menjadi polemik saat ini.

Kowani Kaji Uji Materi Aturan Pembagian Harta Bersama yang Merugikan Perempuan

Revisi ini dinilai tidak tepat, apabila dilakukan pada situasi pandemi COVID-19. Karena akan semakin memperburuk kondisi petani tembakau, yang diketahui tidak sedikit dari mereka adalah bagian dari Nahdliyin.

Karena itu, Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menyayangkan rencana tersebut.

Swiss German University Dukung Revolusi Industri 4.0 di Indonesia!

“Harusnya Pemerintah memberikan angin segar kok malah mau membunuh petani tembakau, mayoritas petani tembakau merupakan warga Nahdliyin. Mereka akan sangat terdampak,” ungkap Abdullah, peneliti Lakpesdam PBNU, dikutip dari keterangannya, Rabu, 16 Juni 2021.

Abdullah mengatakan, petani merupakan kelompok paling rentan yang seharusnya dilindungi di industri hasil tembakau terutama di masa COVID-19. Nasib mereka ditegaskan harus jadi sorotan dibanding merevisi aturan tersebut.

Anggota DPR Ungkap Banyak Pengusaha Mengeluh soal Aturan Impor Produk Elektronik

Baca juga: Kasus COVID Melonjak, Menaker: Keselamatan Pekerja Harus Diutamakan

Dia pun mengatakan, sejumlah organisasi antitembakau juga terus mendorong Pemerintah untuk segera menyelesaikan revisi PP 109 di tahun ini. Namun, Di sisi lain, ada pula pelaku industri hasil tembakau menilai langkah tersebut akan berdampak sistemik secara keseluruhan di IHT dan turunannya.  

“Petani tembakau sebelumnya saja sudah menjerit. Kalau direvisi peluang mereka semakin sempit ya semakin nyungsep,” ungkapnya. 

Abdullah pun berpendapat, kebijakan yang diambil ke depan harus berpihak pada petani. Seperti diketahui, IHT telah menciptakan multiplier effect dan memberikan kontribusi besar terhadap ekonomi nasional. 

Sementara itu, serapan tenaga kerja di industri ini sebesar 6,4 persen terhadap seluruh pekerja industri manufaktur. Artinya, sektor ini memberi dampak yang signifikan bagi ekonomi dengan rantai pasok hulu-hilirnya yang berada di Indonesia. 

Seperti diketahui, IHT menghadapi tantangan yang berat, termasuk tekanan regulasi dan upaya pulih dari dampak pandemi COVID-19. Sejumlah asosiasi di IHT juga kompak menyatakan penolakannya terhadap revisi PP 109 yang dianggap akan mematikan industri tembakau yang selama ini telah memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian Indonesia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya