APBN Tak Cukup, Swasta Didorong Bantu Mitigasi Pembiayaan Bencana

Ilustrasi pemetaan penanganan korban bencana alam
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Aprillio Akbar

VIVA – Mitigasi pembiayaan risiko bencana alam dinilai penting menjadi perhatian sektor swasta saat ini. Sehingga beban APBN terkait hal tersebut bisa berkurang di tengah upaya pemulihan ekonomi nasional terdampak Pandemi COVID-19.

Kecelakaan KA Rajabasa Tabrak Bus dan Timbulkan Korban Jiwa, KAI Soroti Disiplin Lalu Lintas

Peneliti di Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan menyatakan, kapasitas Pemerintah dalam memitigasi pembiayaan risiko bencana di Indonesia saat ini terbatas. Karena itu perlu dukungan dari berbagai pihak.

"Karena pada kenyataannya, sebenarnya apa yang telah dilakukan pemerintah selama ini sudah cukup baik. Hanya permasalahannya adalah kapasitas pemerintah untuk menanggulangi seluruh bencana itu terbatas," kata Deni dalam webinar bertajuk "Mitigasi Pembiayaan Risiko Bencana Alam", dikutip Jumat 18 Juni 2021.

Belasan Kali Erupsi di Gunung Api Ile Lewotolok Lembata NTT

Menurut dia, selama ini ada kesenjangan sekitar 78 persen dari pembiayaan mitigasi risiko bencana yang bisa ditanggulangi oleh APBN. Masalah lain yang dialami dalam mitigasi pembiayaan risiko bencana alam adalah administrasi dan birokrasi Pemerintahan yang panjang.

"Sektor swasta dengan keahlian yang dapat dimanfaatkan dan lebih efisien. Nah di sini kita mencari keseimbangan mana peran pemerintah yang baik, itu yang dipegang pemerintah, mana peran swasta yang baik itu bisa kontribusi swasta," paparnya.

Smart Finance Gandeng CBI Redam Risiko Kredit Macet

Deni memaparkan, model pembiayaan risiko bencana yang dapat dipergunakan swasta seperti nonpasar, voluntary, swadaya masyarakat, sumbangan, dan lainnya. Untuk skema yang menggunakan pasar dapat dilakukan dengan asuransi atau dari Pemerintah.

Sementara itu, Direktur Pengelolaan Risiko Keuangan Negara DJPPR, Kementerian Keuangan, Heri Setiawan mengungkapkan hal senada. Pemerintah dalam APBN sudah menyiapkan anggaran seperti untuk mitigasi dan tanggap darurat, namun jumlahnya belum cukup.

"Untuk tanggap darurat dan Indonesia ini luas. Jenis bencananya banyak sekali dan kalau itu berbarengan dan besar-besar, dana APBN tidak cukup," kata Heri.

Baca juga: BI Pengertian, Penurunan Denda Telat Bayar Kartu Kredit Diperpanjang

Sementara itu, Direktur Humanitarian & Emergency Affairs, Wahana Visi Indonesia, Margaretha Siregar mengatakan, pembiayaan risiko bencana, di Indonesia penting karena melihat data terdapat lebih 1.400 kali kejadian bencana di Indonesia di tahun 2021. 

Belum lagi mengingat kondisi geografis Indonesia terletak di Ring of Fire yang rentan terpapar risiko bencana. Ia menambahkan, tingginya risiko bencana tersebut membutuhkan inovasi pembiayaan risiko bencana.

Pemerintah, lanjutnya, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah merumuskan apa saja yang perlu dilakukan atau direkomendasikan terkait bencana dan rehabilitasinya. Namun, hal itu harus ditindaklanjuti hingga level masyarakat sebagai pihak penerima manfaat dari pembiayaan risiko bencana. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya