PGN Raih Baa3 dari Moody's, Begini Dampaknya ke Kinerja PGAS

Petugas PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mengalirkan gas bumi CNG (Compressed Natural Gas) untuk industri di PRS (Pressure Reducing Station) Tambak Aji Semarang, Jawa Tengah.
Sumber :
  • VIVA/Dhana Kencana

VIVA – PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN (PGAS) dinilai memiliki kekuatan finansial yang tetap kokoh di tengah kondisi ekonomi yang masih menantang akibat COVID-19. Hal itu tercermin dari peringkat utang perseroan yang positif.

Ekspansi Bisnis, Bos MD Pictures Jual Saham FILM Raup Rp 1,25 Triliun

Seperti diketahui Moody's Investors Service pada Kamis 17 Juni 2021 lalu merilis peringkat terhadap status PGN dengan prospek stabil dan peringkat utang senior tanpa jaminan Baa2. 

Vice President and Senior Credit Officer Moody's, Abhishek Tyagi, mengatakan peringkat itu mencerminkan profil keuangan PGN yang solid dan likuiditas yang kuat, yang seharusnya mampu menyerap dampak dari penurunan permintaan gas akibat pandemi dan penurunan margin distribusi.

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

Menanggapi hal tersebut, Kepala Riset PT Koneksi Kapital, Marolop Alfred Nainggolan menilai level peringkat Moody's untuk PGN yang dipertahankan di level Baa2, menunjukkan perseroan mampu mempertahankan posisi keuangan dan likuiditas yang baik. Sementara pandemi telah berdampak berat terhadap ekonomi Indonesia, termasuk pada konsumen gas yang menjadi pasar PGN. 

"Pada Juni 2020, Moody’s juga memberikan rating yang sama, Baa2. Artinya PGN mampu menjaga performanya di tengah tekanan ekonomi yang kuat dan realisasi penurunan harga gas menjadi US$6 per mmbtu yang memangkas margin perseroan," ujar Marolop di Jakarta, Selasa 22 Juni 2021.

KPK Periksa Anggota DPR Fraksi PDIP Ihsan Yunus soal Dugaan Korupsi APD di Kemenkes

Ia mengatakan, harga gas US$6 menjadi salah satu tantangan utama PGN saat ini. Pasalnya tujuh kelompok industri yang mendapat previlege harga dari pemerintah itu mengkonsumsi 60-70 persen dari total penjualan gas PGN. 

Itu sebabnya, lanjut Marolop, jika program subsidi harga itu tidak optimal, seharusnya pemerintah melakukan evaluasi. 

"Dengan program harga US$6 per mmbtu mestinya tujuh sektor itu bisa memberi dampak ekonomi yang lebih besar. Di tengah pandemi pemerintah butuh lapangan kerja, pajak dan motor pertumbuhan ekonomi dari tujuh sektor penerima subsidi gas itu," kata Marolop. 

Sebelumnya, Abhisek menjelaskan, peringkat Baa2 PGN mencerminkan (1) profil kredit standalone (mandiri), dan (2) peningkatan satu tingkat, berdasarkan ekspektasi Moody's bahwa perusahaan akan menerima dukungan dari Pemerintah Indonesia (Baa2 stabil) dan kemungkinan melalui Pertamina saat dibutuhkan. 

Moody's mengatakan, karena serangkaian intervensi pemerintah menurunkan harga gas untuk beberapa industri, termasuk arahan untuk membatasi harga gas pada US$6 per mmbtu, harga gas PGN juga ikut terpangkas. 

Ditambah dengan pertumbuhan permintaan gas yang lemah akibat pandemi, Moody's memperkirakan metrik kredit PGN akan jauh lebih lemah dibandingkan dengan level 2017-2019. Namun, metrik tersebut akan tetap berada di atas ambang batas untuk profil kredit mandiri PGN. 

Profitabilitas bisnis hulu PGN dinilai Moody's masih akan melemah karena penurunan volume produksi dan pemotongan belanja modal, yang akan menyebabkan penurunan produksi lebih lanjut dari aset produksinya. 

Selama 12 hingga 18 bulan ke depan, arus kas ditahan (RCF)/utang PGN kemungkinan akan 15 persen-20 persen dan cakupan bunga sekitar 4,0x-4,5x. Oleh karena itu, PGN memiliki penyangga keuangan untuk mengelola metrik kreditnya dalam ekspektasi peringkat. 

Prospek stabil pada peringkat mencerminkan likuiditas PGN yang kuat dan ekspektasi Moody's bahwa PGN memiliki ruang gerak dalam hal keuangan yang akan mendukung kemampuannya untuk menavigasi melalui kondisi industri yang menantang. 

"Moody's berharap PGN dapat mempertahankan posisinya yang strategis dan penting sebagai perusahaan transmisi dan distribusi gas yang dominan di Tanah Air, dan perannya dalam mengimplementasikan keputusan kebijakan pemerintah Indonesia," jelas Abhisek. 

Sementara itu, berdasarkan laporan keuangan perseroan, hingga kuartal I-2021 PGN mencatatkan laba bersih sebesar US$61,5 juta atau setara dengan Rp870 miliar. Angka ini naik dari periode yang sama tahun lalu US$47,7 juta. Sementara pendapatan PGN tercatat sebesar US$733,15 juta dan EBITDA sebesar US$191,24 juta. 

Sejak Januari hingga Maret 2021, rata-rata penjualan gas bumi PGN sebesar 916 BBTUD atau naik sebanyak 7,86 persen di atas target triwulan I 2021. 

Sementara dengan total aset sebesar US$7,52 miliar dan total liabilitas US$4,50 miliar, per 31 Maret 2021 PGN memiliki total ekuitas US$3,02 miliar dengan rasio lancar (perbandingan aset lancar dengan liabilitas jangka pendek) sebesar 1,8 kali.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya