2,2 Juta Konsumen RI Sudah Gunakan HPTL, Perlu Regulasi Khusus

Vape atau rokok elektrik.
Sumber :
  • Shamieh Law

VIVA – Perlu adanya aturan khusus terkaait produk Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL) terus menjadi sorotan konsumen saat ini. Sedab, produk HPTL seperti rokok elektrik, produk tembakau yang dipanaskan, dan snus sudah banyak digunakan masyarakat.

Ketua DPRD Kota Bogor Dorong Pemerintah Beri THR Lebaran bagi Warga Terdampak Bencana

Kehadiran regulasi akan memberikan perlindungan terhadap konsumen dan publik serta membantu Pemerintah dalam menurunkan prevalensi perokok.

Ketua Aliansi Vaper Indonesia (AVI) Johan Sumantri menjelaskan, konsumen produk HPTL di Indonesia belum mendapatkan perlindungan secara regulasi. Padahal, angka penggunanya sudah mencapai 2,2 juta jiwa.

Misi Pemerintah Lewat Transformasi Digital Capai Target Pertumbuhan Ekonomi 5,2% di 2024

“Peraturan produk HPTL belum ada kepastian dan belum diatur secara jelas di Indonesia,” kata Johan dalam diskusi daring Asia Harm Reduction Forum (AHRF) 2021, dikutip dari keterangannya, Jumat, 16 Juli 2021.

Dia menjabarkan, adapun aturan yang terkait produk ini baru berupa pengenaan tarif cukai HPTL sebesar 57 persen yang tergolong tinggi. Aturan itu belum merepresentasikan risiko produk HPTL yang berdasarkan sejumlah kajian ilmiah, baik dari dalam dan luar negeri, telah terbukti lebih rendah risiko dibandingkan rokok.

Arus Mudik di Aceh Diprediksi Meningkat 9 Persen pada 2024

“Oleh karena itu, AVI mendorong lebih banyak penelitian lokal tentang produk HPTL,” ungkap Johan.

Dengan melakukan riset mandiri maupun menggunakan data penelitian yang sudah ada, Pemerintah dapat memanfaatkan hasil tersebut sebagai acuan dalam membuat regulasi khusus produk HPTL.

“Regulasi bagi produk inovatif ini perlu diatur secara khusus, dengan mempertimbangkan profil risiko yang berbeda dari rokok konvensional. Regulasi ini harus berdasarkan riset,” ujarnya.

Baca juga: Syarat UMKM Jadi Motor Ekonomi Harus Tahan Banting, Begini Caranya

Johan melanjutkan adanya regulasi yang berdasarkan riset akan meluruskan opini yang keliru mengenai produk HPTL di publik. Produk ini masih dianggap sama berbahayanya dengan rokok. Bahkan ada yang menilai produk ini jauh lebih berbahaya dari rokok.

“Itu tidak benar. Konsumen juga belum mendapatkan haknya untuk memperoleh informasi yang benar mengenai produk HPTL yang mereka konsumsi,” tegasnya.

Johan juga berharap dalam proses pembentukan aturan tersebut, asosiasi konsumen dapat dilibatkan supaya regulasi yang diterbitkan tepat sasaran untuk perlindungan konsumen.

Sementara itu, Ketua Koalisi Indonesia Bebas TAR (KABAR) Ariyo Bimmo sependapat dengan Johan. Konsumen produk HPTL berhak mendapatkan perlindungan secara regulasi.

Dengan menciptakan perlindungan terhadap konsumen, hal tersebut berpotensi mendorong perokok dewasa beralih ke produk yang lebih rendah risiko ini.

“Secara jangka panjang, produk ini diharapkan menjadi solusi alternatif untuk mengatasi jumlah perokok. Untuk itu diperlukan regulasi agar konsumen dapat menentukan pilihannya,” terang Bimmo.

Bimmo berharap, Pemerintah segera meregulasi secara khusus produk HPTL. Sebab, pengguna produk itu semakin bertambah ke depannya.

“Konsumen seharusnya adalah penerima manfaat terbesar dari adanya regulasi. Untuk itu, seharusnya regulasi dibuat berorientasi pada kebutuhan konsumen.” tutupnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya