Respons Garuda Indonesia Digugat PKPU oleh My Indo Airlines

Pesawat Garuda Indonesia
Sumber :
  • Dok. Garuda Indonesia

VIVA – PT Garuda Indonesia buka suara soal gugatan perkara Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) yang dilayangkan oleh Maskapai Khusus Kargo, My Indo Airlines. Pihak manajmen membenarkan bahwa sudah ada surat pemberitahuan pemanggilan sidang dari Pengadilan Niaga, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).

Profil Suami Stevie Agnecya Anggi Pratama, Seorang Pilot dan Pebisnis

Berdasarkan surat pemanggilan tersebut, My Indo Airlines terdaftar sebagai pemohon PKPU dan Garuda Indonesia sebagai termohon PKPU di pengadilan niaga, PN Jakpus.

"Adapun sidang pertama telah dijadwalkan pada Selasa 27 Juli 2021 di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," papar manajemen Garuda Indonesia dalam penjelasan kepada Bursa Efek Indonesia, dikutip Senin, 19 Juli 2021.

'Lebaran ke Jakarta', Garuda-Citilink Diskon Tiket 75 Persen

Baca juga: DJP Perpanjang Insentif Pajak hingga Akhir Tahun, Cek Daftarnya

Manajemen juga menjelaskan bahwa sampai dengan saat ini belum ada dampak dari gugatan ini terhadap kegiatan operasional perusahaan. Garuda Indonesia juga sudah merespos dengan upaya penunjukan konsultan hukum.

Transformasi Pengalaman Traveling: Kolaborasi Garuda Indonesia dan UOB dalam Lifestyle & Pariwisata

"Saat ini perseroan telah menunjuk Konsultan Hukum Assegaf Hamzah & Partner untuk mewakili perseroan menangani kasus tersebut," katanya.

Manajamen Garuda Indonesia menyatakan akan menyampaikan laporan informasi dan fakta material terkait dengan hal tersebut sesuai dengan batas waktu yang ditentukan oleh peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 31/POJK.04/2015 tentang keterbukaan informasi atau fakta material oleh emiten atau perusahaan publik. 

Diberitakan sebelumnya, Garuda Indonesia mencatatkan kerugian total sebesar US$2,5 miliar atau sekitar Rp36,25 triliun (asumsi kurs Rp14.500 per dolar AS). Kerugian itu naik dibanding tahun 2019 yang saat itu tercatat sebesar US$40,5 juta atau sekitar Rp587 miliar.

"Kondisi keuangan grup memburuk terutama karena pandemi COVID-19 yang diikuti dengan pembatasan perjalanan sehingga menyebabkan penurunan perjalanan udara yang signifikan dan berdampak kepada operasi dan likuiditas Grup," demikian seperti dilaporkan auditor.

Dampak buruk terhadap operasi dan likuiditas ini, disebut akan langsung berpengaruh kepada kemampuan Grup dalam memenuhi kewajiban keuangannya kepada pemberi pinjaman dan vendor secara signifikan. Seperti penyedia bahan bakar, operator bandar udara dan lessor pesawat.

"Ketidakmampuan Grup untuk memenuhi kewajiban kepada penyedia bahan bakar, dan operator bandara dapat mengakibatkan pasokan bahan bakar dan jasa kebandaraan dihentikan oleh vendor," ujar laporan tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya