RI Bisa Tiru Jepang Atur Produk Tembakau Alternatif, Perokok Berkurang

Rokok elektrik atau vape.
Sumber :
  • pixabay/LindsayFox

VIVA – Pemerintah dinilai perlu segera merumuskan regulasi khusus yang mengatur produk tembaku alternatif yang beredar di Indonesia. Selain agar bisa melindungi konsumen, produk ini sudah terbukti di beberapa negara jadi solusi dalam mengurangi jumlah perokok.  

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

Direktur Eksekutif Center for Youth and Population Research (CYPR) Dedek Prayudi atau yang akrab disapa Uki, mencontohkan, Jepang menjadi negara di Asia yang sukses menurunkan prevalensi perokoknya dalam beberapa tahun terakhir. 

Kesuksesan tersebut karena sikap terbuka Pemerintah Jepang dalam memanfaatkan penggunaan produk tembakau alternatif. Seperti, produk tembakau yang dipanaskan, rokok elektrik, dan snus, yang menerapkan konsep pengurangan bahaya, sebagai menjadi solusi dalam mengurangi angka perokoknya. 

Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia

Menurutnya, Jepang sudah berhasil keluar dari pola pikir dogmatis. Dengan begitu, mereka selangkah lebih maju dalam mendukung penggunaan produk tembakau alternatif dan angka perokoknya menurun.

Baca juga: PPKM Hantui Target Investasi 2021, Bahlil: Saya Biasa dengan Tantangan

Jalin Sinergi, Bea Cukai Madura dan Satpol PP Bangkalan Gelar Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal

“Negara yang berhasil itu Jepang, ya. Yang pertama harus dilakukan adalah menghilangkan stigma dogmatis supaya pikirannya lebih terbuka. Kemudian mereka melakukan penelitian yang luar biasa hebat terkait dengan produk tembakau alternatif,” ujar Uki dikutip dari keterangannya, Selasa, 27 Juli 2021.

Tujuan dari Jepang melakukan kajian ilmiah adalah untuk membuktikan bahwa produk tembakau alternatif lebih rendah risikonya dari rokok dan dapat membantu perokok dewasa beralih dari rokok. Hasil riset tersebut akhirnya dijadikan acuan bagi pemerintah untuk mendukung penggunaan produk tembakau alternatif.  

“Jadi seperti apa sih yang sebenarnya mengurangi dampak risiko dari merokok secara signifikan,” terang Uki. 

Saat ini di Indonesia lanjutnya, masih terjebak dalam pola pikir dogmatis. Masih banyak pihak yang menganggap produk tembakau alternatif sama berbahayanya seperti rokok. Di sisi lain, ada juga perokok menganggap produk yang dikonsumsinya tidak memiliki bahaya serius terhadap kesehatan. 

“Jadi kita harus berhenti untuk berpikir dogmatis. Sebenarnya konsep pengurangan bahaya tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif itu menawarkan satu paradigma berpikir yang baru,” jelas Uki.

Kesuksesan Jepang dalam menurunkan angka perokoknya juga menjadi pembahasan dalam Asia Harm Reduction Forum (AHRF 2021) yang diselenggarakan secara daring beberapa waktu lalu. Profesor dari Universitas Ottawa, David Sweanor, yang menjadi narasumber dalam forum tersebut mengatakan Jepang telah melakukan pekerjaan yang fenomenal dalam menurunkan angka perokoknya.

“Jepang mengurangi prevalensi perokok dalam beberapa tahun terakhir. Ini adalah sesuatu yang melampaui pencapaian negara besar lainnya dalam waktu singkat,” kata Sweanor.  

Dengan keberhasilan tersebut, Sweanor menilai Jepang layak menjadi contoh bagi negara-negara yang sampai saat ini kesulitan dalam menurunkan prevalensi perokok. 

“Ini kabar baik bagi negara-negara lain untuk mengadaptasi cara tersebut, atau bahkan mengalahkan Jepang dalam menurunkan jumlah perokok. Cara yang mereka lakukan sebenarnya tidak terlalu sulit,” ungkapnya. 

Sweanor menyarankan, negara-negara lain harus memperkuat penggunaan produk tembakau alternatif dengan regulasi yang tepat dan dibedakan dengan rokok. Serta penyampaian informasi akurat bagi perokok dewasa. 

“Jadi ini kembali lagi kepada kerangka peraturan yang akomodatif bagi produk tembakau yang memiliki risiko lebih rendah daripada rokok, jika ingin melangkah lebih jauh lagi,” katanya. 

Sebagai informasi, hasil survei Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Jepang, angka perokok pria turun di bawah 30 persen untuk pertama kalinya menjadi 28,8 persen pada 2019. Sementara angka perokok perempuan turut berkurang 0,7 poin menjadi 8,8 persen pada 2019.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya