Bantu Industri Rokok Bertahan, Kemenperin Jamin dengan Cara Ini

Ilustrasi pekerja pabrik rokok.
Sumber :
  • Dokumentasi Bea dan Cukai, Kementerian Keuangan.

VIVA – Kementerian Perindustrian mengungkapkan bahwa industri hasil tembakau (IHT) masih berporduksi dengan lambat akibat dampak Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) selama Pandemi COVID-19.

Perprindo Protes Permenperin Baru soal Impor Elektronik Picu Ketidakpastian Hukum, Ini Penjelasannya

Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar, Kementerian Perindustrian Edy Sutopo mengatakan karena itu, penurunan produksi industri rokok ini berdampak langsung pada permintaan bahan baku dari petani.

Supaya industri ini mampu bertahan di tengah tekanan Pandemi COVID-19, maka ditegaskannya, perlu adanya kepastian regulasi, yakni tetap dilaksanakannya Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 dan tak diganggu dengan isu revisi.

Asosiasi Minta Pemerintah Tak Batasi Angkutan Logistik saat Libur Hari Besar Keagamaan

"Penurunan produksi berdampak terhadap bahan baku, harga, dan sebagainya. Usaha pemerintah untuk survival jangan diganggu oleh pembicaraan (revisi) ini. PP 109/2012 ini sudah cukup," tegas dia dikutip dari diskusi virtual, Kamis, 29 Juli 2021.

Baca juga: Dahlan Iskan Cari Tahu Keluarga Akidi Tio, Seperti Ini Rumahnya

Pertamina Jadi BUMN dengan TKDN Terbesar 2023, Luhut: Untungnya Makin Banyak

Asisten Deputi Pengembangan Industri, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Atong Soekirman pada kesempatan yang sama menambahkan, pemerintah juga menganggap PP109/2021 ini relevan untuk menekan laju konsumsi dan mendorong penerimaan negara.

“Berdasarkan arahan dari Pak Menko, memang intinya PP 109/2012 itu masih relevan dan komplet, hanya saja bagaimana implementasinya menjadi krusial. Jadi pimpinan menyampaikan bahwa belum ada tuntutan urgen untuk merevisi PP 109/2012 saat ini," tegas dia.

Kemenko Perekonomian juga dikatakannya mempertimbangkan IHT sebagai sektor industri yang tertekan, khususnya di tengah pandemi COVID-19 pelaksanaan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).

“Kami selesaikan dulu pandemi dan pemulihan ekonomi nasional. Khususnya industri tembakau kami berharap tidak berdampak terlalu dalam sehingga produksi tembakau dan harganya bisa terjaga,” ujar Atong.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) yang berbasis pada Survei Sosial Ekonomi Nasional 2021 pun menunjukkan adanya penurunan angka prevalensi merokok pada anak. Pada 2018, prevalensi merokok anak sebesar 9,65 persen dan turun menjadi 3,81 persen pada 2020.

“Kemenko perekonomian tetap berkomitmen untuk isu kesehatan ini. Concern kita adalah pembatasan konsumsi dan turunnya prevalensi rokok terhadap anak. Untuk hal ini semua sudah diatur melalui cukai tembakau dan PP 109/2012,” katanya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya