Menakar Cadangan Migas di Blok Rokan yang Kini Dikelola Pertamina

Blok Rokan
Sumber :
  • Pertamina

VIVA – Satu per satu sumber daya alam Indonesia kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Mulai dari tambang hingga minyak dan gas mulai secara bertahap dikuasai Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Bakrie Group and Pertamina Develop Research Infrastructure at IKN

Teranyar, PT Pertamina melalui PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) resmi mengambil alih Blok Rokan dari PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) mulai 9 Agustus 2021 sampai tahun 2041. Sebanyak 2.689 pekerja eks CPI pun telah bergabung ke Pertamina sebagai pegawai yang dinamakan perwira Blok Rokan.

Pertamina pun akan menginvestasikan dana yang cukup besar. Total, sampai tahun 2025, investasi yang dianggarkan sebesar US$2 miliar atau setara Rp28,76 triliun.

Pertamina Bentuk Satgas, Pastikan Kebutuhan Energi saat Idul Fitri Aman di Aceh

Pasca alih kelola ini, Pertamina langsung gerak cepat mengebor sebanyak 161 sumur migas yang ditargetkan dalam kurun waktu Agustus-Desember 2021. Itu terdiri dari 84 sumur baru dan 77 sumur eks Chevron.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengungkapkan, pada tahun 2022, direncanakan akan ada tambahan kurang lebih sebanyak 500 sumur. Ia melanjutkan, Pertamina pun disebut akan melanjutkan program selama ini, termasuk Enhanced Oil Recovery (EOR). 

Pertamina Jamin Produksi dan Pasokan Energi Periode Mudik Lebaran Aman, Begini Strateginya

EOR ini merupakan teknik perolehan minyak tahap lanjut yang mampu meningkatkan produksi migas di sumur yang sudah cukup lama dioperasikan (mature field). 

Blok Rokan sendiri memang terbilang sudah cukup tua. Chevron menyatakan, sudah 97 tahun atau hampir satu abad ada di blok tersebut. Mulai dari Standard Oil Company of California (Socal) pada 1924 hingga pada tahun 1930 terbentuk Caltex yang jadi cikal bakal PT Chevron Pacific Indonesia. 

Terhitung sejak tahun 1951 berproduksi, SKK Migas mencatat sudah 11,69 miliar barel alias nyaris 12 miliar barel yang keluar dari blok migas yang ada bumi lancang kuning itu. 

PHR kini akan mengelola wilayah kerja dengan luasan sekitar 6.453 km2. Setidaknya ada 10 lapangan utama yaitu Minas, Duri, Bangko, Bekasap, Balam South, Kotabatak, Petani, Pematang, Petapahan, Pager.

Berdasarkan catatan VIVA, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan, cadangan migas yang ada di Blok tersebut ada kisaran 500 juta sampai 1,5 miliar barel setara minyak. Namun, jika menggunakan teknik EOR, cadangan bisa terus bertambah alias lebih besar. Hal ini diungkapkan oleh pencetus skema kontrak produksi blok migas Gross Split di Indonesia, yakni Arcandra Tahar yang saat itu menjabat sebagai Wakil Menteri ESDM.

Senada, Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan juga buka-bukaan soal potensi Blok Migas di bumi lancang kuning itu.

"Terkait dengan potensi Blok Rokan saya melihatnya masih cukup besar. Berdasarkan data, Blok Rokan mempunyai cadangan sebesar 1 miliar-1,5 miliar barel. Dengan demikian, Blok Rokan masih cukup menjanjikan untuk dikelola PHR," ujar Mamit kepada VIVA, Kamis 12 Agustus 2021.

Untuk mengoptimalisasi cadangan tersebut, Mamit mengatakan, Pertamina Hulu Rokan (PHR) memang harus banyak investasi seperti kegiatan pengeboran work over dan well service serta tentunya optimalisasi EOR.

"Blok rokan masih mempunyai lapangan yang belum dimanfaatkan oleh chevron sebelumnya seperti Lapangan Bekasap, Lapangan Jambon, Batang, Sintong dan lain-lain. Oleh karena itu PHR harus meningkatkan kegiatan di lapangan tersebut. Misalnya reaktivasi sumur lama, dan pengeboran pengembangan," katanya.

Mitra Pertamina

Investasi yang besar dan nilai komitmen kerja pasti US$500 juta dalam kontrak dengan pemerintah, membuat Pertamina juga perlu mencari mitra yang mempunyai kemampuan finansial dan paham akan teknologi dan teknis kegiatan hulu migas. 

“Calon mitra tersebut hatus benar-benar membayar Participating Interest (PI) sesuai dengan apa yang sudah dikeluarkan oleh PHR. Jangan sampai karena tekanan pihak-pihak tertentu akhirnya PHR yang dirugikan dalam mendapatkan mitra,” imbuh Mamit. 

Menurutnya, jika PHR sanggup mengerjakan sendiri, itu sebetulnya juga lebih baik. “Jika memang PHR sanggup mungkin lebih baik mereka bisa melakukan pengelolaan Blok Rokan sendiri. Jangan sampai permasalahan non teknis ini menjadi penyebab turunnya lifting di Blok Rokan. Apalagi Blok Rokan sebagai backbone lifting migas nasional,” ungkapnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya