DPR Dorong Peran Swasta Nasional Atasi Kelangkaan Obat saat Pandemi

Ilustrasi obat COVID-19.
Sumber :
  • Health Europa

VIVA – Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (FPDIP), Rahmad Handoyo menegaskan, penanganan COVID-19 tidak mungkin hanya dilakukan oleh Pemerintah saat ini. Namun, harus mengikutsertakan seluruh elemen masyarakat, termasuk dalam penyediaan obat-obatan.

Smelter Freeport di Gresik Mulai Produksi Agustus 2024 dengan Kapasitas 50 Persen

Karena itu dia mengingatkan, Pemerintah harus memberi peluang yang sama kepada perusahaan farmasi swasta nasional dan BUMN untuk memproduksi obat yang dibutuhkan negara. Sehingga, kelangkaan obat, khsusnya untuk terapi COVID-19 tidak terjadi kembali seperti beberapa waktu lalu.

"Ingat, perusahaan swasta juga penopang ekonomi nasional. Saya kira jika industri farmasi di luar BUMN bisa tumbuh besar, saya kira yang untung adalah bangsa kita," ujar Rahmad dikutip dari keterangannya, Rabu, 18 Agustus 2021.

Honda Bakal Jor-joran Produksi Motor Listrik Tahun Ini

Rahmad mendukung penuh langkah Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang melakukan uji klinis obat-obat yang dipercaya bisa digunakan untuk penyembuhan pasien COVID-19, salah satunya Ivermectin. Tapi jika uji klinis sudah selesai dilakukan dan terbukti khasiatnya, semua pihak harus diberi hak yang sama untuk memproduksi.

Baca juga: Airlangga Sebut Kebijakan B30 Tumbuhkan Pasar Nasional, Petani Senang

Pilkada 2024 Berbeda dan Lebih Kompleks dibanding Pilkada Serentak Sebelumnya, Menurut Bawaslu

"Soal obat-obatan kita dorong kepada Pemerintah untuk jenis obat tertentu seperti obat antivirus, bisa diproduksi di Indonesia sehingga kita tidak terlalu tergantung pada obat impor dari luar negeri. Itu menjadi salah satu solusinya," tambahnya.

Namun, dia mengingatkan, karena ini bukan obat bebas, tentu tidak bisa semua orang bisa mengkonsumsi tanpa pengawasan dari dokter. 

Terlepas dari hal tersebut dia menegaskan, industri farmasi dalam negeri, baik BUMN maupun swasta harus dipercepat dalam perizinan. Sehingga dapat meningkatkan produktivitas untuk memenuhi kebutuhan obat-obatan dalam negeri. 

"Kita harus fair siapapun perusahaan farmasi yang bisa memproduksi obat dan multivitamin yang dibutuhkan rakyat, silahkan saja. Rakyat akan senang, Pemerintah akan senang, dan industri juga akan tumbuh," ucapnya. 

Senada, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem Ratu Ngadu Bonu Wulla mengatakan, Pemerintah harus memberikan dukungan kepada semua pihak termasuk swasta untuk memproduksi obat-obatan yang dibutuhkan masyarakat. Tapi dengan catatan harus lewat SOP dan tentu di bawah pengawasan BPOM karena ini menyangkut nyawa manusia. 

"Proses perizinan dan pengawasan harus berjalan dengan seefektif mungkin karena kondisi saat ini sedang krisis dan darurat. Jangan sampai kebutuhan obat-obatan masyarakat tidak terpenuhi karena proses perizinan dan administrasi yang memakan waktu berminggu-minggu," tegasnya.

Seperti diketahui, Ivermectin sampai saat ini masih menjadi kontroversi. BPOM sejauh ini belum merekomendasikan Ivermectin sebagai obat terapi pasien COVID-19. BPOM bahkan meminta seluruh pihak untuk berhenti mempromosikan Ivermectin sebagai obat bagi pasien COVID-19.

Meski demikian, Ivermectin disebut efektif mencegah masuknya Virus Corona jenis baru dan telah dipakai oleh banyak negara. 

Obat ini menjadi viral sejak studi kolaboratif yang dipimpin oleh Monash Biomedicine Discovery Institute (BDI) dengan Institut Infeksi dan Imunitas Peter Doherty (Doherty Institute) muncul ke publik. 

Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa obat anti-parasit seperti cacing gelang Ivermectin yang sudah tersedia di pasaran dapat membunuh virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 dalam waktu 48 jam. Hal itu diungkapkan oleh Kylie Wagstaff dari Monash Biomedicine Discovery Institute. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya