Tolak Kenaikan Cukai Tahun Depan, Ini Alasan Petani Tembakau

Panen tembakau petani Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) terus menyatakan penolakannya terhadap rencana kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) yang telah diumumkan pemerintah. Rencananya CHT akan dinaikkan pada 2022.

2 Keuntungan Bisa Didapat Konsumen dari Konsep Ini

Potensi kenaikan CHT tersebut seiring dengan kenaikan target penerimaan cukai tahun depan senilai Rp203,9 triliun. Nilai tersebut meningkat 11,9 persen dibandingkan target realisasi tahun ini yang sebesar Rp 182,2 triliun.

Sekjen APTI DIY Triyanto menjelaskan, saat ini perkebunan tembakau sudah memulai masa panen. Sedangkan saat mulai melakukan penanaman sebelumnya, faktor kebijakan cukai belum jadi pertimbangan.

BPS Sumsel Rilis Nilai Tukar Petani, Naik 2,97 Persen pada Maret

Oleh sebab itu, dia menekankan, kondisi ini sangat riskan pagi pihak pabrikan untuk mengurangi penyerapan panen meskipun hasil panen melimpah. Akibatnya, pada ujungnya petani yang dirugikan.

 “Saat ini masih proses awal panen, masih proses pemetikan, dan perajangan. Nanti Oktober sampai November semoga tidak hujan. Jika kondisi cuaca bagus, namun jika tarif cukai dinaikkan, pabrik akan cenderung mengurangi serapan,” kata dia, dikutip dari keterangannya, Selasa, 7 September 2021.

Seribu Ton Beras Impor Masuk Pulau Sumbawa, Anggota DPR: Mencekik Petani

Baca juga: Menkeu: Negara Biayai Perawatan 200.545 Pasien COVID-19 di 2020

Kondisi ini dipastikannya akan membebani petani, apalagi Triyanto bilang dalam masa pandemi, kini petani sejatinya sudah mengalami banyak tekanan yang menyebabkan terjadinya efisiensi.

Banyak petani, disebut Triyanto bahkan sudah mulai mengurangi para pekerja tambahan sebelumnya guna meringankan beban saat pandemi. Padahal menurut Triyanto, proses pascapanen justru membutuhkan banyak pekerja.

“Dampak dari kenaikan cukai terutama akan terjadi kepada petani, dan para pekerjanya. Semakin sering cukai dinaikkan para pekerja pelinting juga akan terus menghadapi ancaman PHK (Pemutusan Hubungan Kerja)," tegasnya.

Sementara itu, kekhawatiran juga disuarakan oleh Perwakilan Petani Cengkih asal Buleleng, Bali Ketut Nara. Dia menegaskan, petani cengkih juga berharap agar pemerintah tidak menaikkan tarif CHT pada 2022 karena hal ini akan berdampak pada penurunan serapan cengkih.

Apalagi mengingat sejak tahun lalu produktivitas cengkih trennya menurun. Seperti yang dialami para petani di Desa Selat, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali. Di mana hasil panen raya tidak maksimal dikarenakan pengaruh iklim.

 “Yang paling penting adalah kehadiran pemerintah dalam pengendalian harga agar serapan cengkih tetap stabil. Selama pandemi 1,5 tahun ini kami petani berusaha sekuat tenaga untuk bertahan,” tutup Ketut Nara.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya