Perbankan Kini Jor-joran Promo Layanan Digital, dari Mana Untungnya?

Gedung BNI.
Sumber :

VIVA – Industri jasa keuangan, termasuk perbankan, tengah menggenjot digitalisasi produk atau layanan yang diberikan kepada nasabah. Hal itu juga secara tidak langsung mengefisiensikan biaya yang didapat dari pelanggan.

Tips Sukses dari Konten Kreator Abibayu, Always On dan Inovasi Kreatif

Direktur IT dan Operasi PT Bank Negara Indonesia, Tbk (BNI) Y  B Hariantono mengungkapkan, kondisi ini membuat tren bisnis digital tidak lagi fokus pada keuntungan atau profit semata.

Melainkan, lebih pada jumlah pengguna ataupun jumlah transaksi dari layanan maupun produk digitalnya. Sehingga yang menjadi fokus bisnis akhirnya adalah valuasi perusahaan. Selain itu, kerja sama antar perusahaan menjadi penting.

BI Catat Modal Asing Kabur dari Indonesia Rp 1,36 Triliun

"Artinya sekarang semua orang ngomong digital teknologi, berapa besar transaksinya, usernya? Yang ditarget bukan bicara bottom line profit, tapi bicara mengenai valuasi," kata dia dalam webinar bertajuk ‘Peran Digital Banking di Masa Pandemi’, Selasa, 7 September 2021.

Meskipun profit saat ini masuk dalam posisi terbelakang, Hariantono menekankan, perusahaan-perusahaan yang tengah mengembangkan layanan dan produk digital ini nantinya akan tetap bergantung pada profit.

Bank Muamalat Cetak Laba Rp 14,1 Miliar pada 2023, Aset Tumbuh 9 Persen

"Bottom line income-nya dari mana? Saat ini kita melihatnya ini adalah masa transisi, sekarang orang masih membesarkan digital platform untuk memperbesar customer base-nya, sehingga value company-nya naik tinggi," paparnya.

Dia menganggap, perusahaan-perusahaan termasuk perbankan tidak akan terus-terusan membakar duitnya untuk menggratiskan layanan atau hingga memberikan promo-promo. Sebab tak bisa dipungkiri bahwa mati hidupnya perusahaan tergantung keuntungan, bukan valuasi.

Baca juga: Bantuan Subsidi Upah Sudah Cair ke 3,25 Juta Pekerja

"Perusahaan harus hidup dengan biaya yang harus di-cover dari operation profit dia. Ke depan perusahaan ini harusnya menghasilkan profit untuk menghidupi running-nya perusahaan ini, jadi sekarang masih masa transisi," ungkap dia.

Akibat digitalisasi ini, Hariantono menekankan, penjualan produk juga saat ini lebih mengarah kepada kolaborasi. Ini didukung dengan adanya regulasi Open API yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI).

"Sehingga produk ini nanti bisa dijual lewat digital platform-nya bank atau digital platform rekanan-rekanan bank, atau platform lain, jadi produk kita harus digital ready," tuturnya.

Hingga saat ini, BNI dikatakannya telah bekerja sama memasarkan produk-produk digitalnya terhadap 3.000 mitra kerja sama industri di sektor jasa keuangan. Seluruh layanan dan produknya terhubung dengan mereka untuk ditawarkan ke pengguna.

"Open banking ini adalah kita terhubung dengan ekosistem yang ada, yang kita sangat kenal Shopee, Tokopedia, Traveloka, Gojek, Grab tetapi juga banyak ekosistem yang kecil-kecil misal untuk petani bawang, nelayan hingga sekolah," tegasnya.

Dari layanan BNI yang ada dia mengatakan terdapat 280 layanan yang sudah dibuka ke 3.000 lebih mitra tersebut. Adapun jumlah transaksi di mitra seperti e-Commerce dan fintech mencapai 179 juta transaksi hingga 2020 dengan total fee based income yang didapat Rp267 miliar.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya