BEI Wanti-wanti Emiten, ESG Kini Jadi Faktor Utama Investasi Global

Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia Hasan Fawzi.
Sumber :
  • M Yudha Prastya.

VIVA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mewanti-wanti emiten untuk menerapkan prinsip keberlanjutan yaitu lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan yang baik atau Environmental, Social and Governance (ESG).

Catat Rekor Baru, Rukun Raharja Cetak Laba Bersih 2023 US$27,1 Juta

Direktur Pengembangan PT Bursa Efek Indonesia, Hasan Fawzi menuturkan, ESG saat ini sudah menjadi hal yang utama bagi investor global. Investor saat ini mengutamakan perusahaan yang menerapkan ESG sebagai tempat untuk berinvestasi.

"85 persen pengelola dana investor global memasukkan ESG sebagai faktor utama dalam penempatan dana. Sehingga, semakin lama semakin terbatas pendanaan bagi perusahaan yang tidak menerapkan ESG dengan baik," kata Hasan dalam webinar ‘Penerapan ESG dalam Menjawab Tantangan Global’, Kamis 9 September 2021.

Indofood Cetak Laba Bersih Rp 8,14 Triliun di Tahun 2023

Baca juga: Erick Thohir Tegaskan BUMN Harus Jadi Lokomotif UMKM

Hingga saat ini, lanjut Hasan, sudah sebanyak 144 perusahaan terbuka di BEI yang menyampaikan laporannya terkait ESG atau disebut juga laporan berkelanjutan (sustainability report). Porsinya baru 20 persen dari total emiten di pasal modal.

Indocement Cetak Laba 2023 Rp 1,9 Triliun, Naik 5,9 Persen

"Kami dari bursa efek terus mendorong pelaku di pasar modal. 2025 itu harus semua, emiten kecil, menengah dan besar melaporkan sustainability report," kata dia.

Selain itu, Hasan melanjutkan, pihaknya juga memberikan keterbukaan informasi terkait perusahaan-perusahaan yang sudah patuh ESG yaitu IDX ESG Leader. Menurutnya, indeks ini akan membantu perusahaan mengevaluasi aspek ESG masing-masing.

"Perusahaan yang tercatat bisa melihat ESG masing-masing. Sehingga bisa memberikan feedback masukan ke mereka untuk mereka memperbaiki indeks berikutnya. 
Diharapkan akan semakin banyak produk turunan yang dibentuk," kata dia.

Tak hanya itu, Hasan menegaskan, juga memberikan insentif bagi pendanaan yang memerhatikan aspek ESG, seperti obligasi hijau alias green bond. "Misalnya untuk mendukung green bond di pasar modal indonesia, dimana kami memberikan insentif biaya, untuk green bond biaya pencatatan dapat diskon 50 persen," kata dia. 

Menurutnya, kebijakan ini seharusnya berdampak baik bagi perusahaan dan lingkungan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun disebut juga mendukung sepenuhnya penerapan laporan berkelanjutan yang diwajibkan secara bertahap kepada emiten itu. Laporan itu akan berlaku menyeluruh pada 2025.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya