Tingkatkan Produksi 2021, Sampoerna Minta Cukai Rokok Tak Naik 2022

Logo HM Sampoerna.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA – PT HM Sampoerna Tbk (HMSP) menyatakan bahwa segmen Sigaret Kretek Tangan (SKT) pada Industri Hasil Tembakau (IHT) telah mengalami perbaikan kinerja pada Semester I-2021.

Bea Cukai Ajak Masyarakat Berantas Rokok Ilegal di Jember dan Banyuwangi

Sebelumnya SKT diklaim mengalami tren penurunan terus-menerus selama 5 tahun terakhir. Hal itu tak lepas dari keputusan Pemerintah untuk tidak menaikkan tarif cukai SKT pada 2021. 

Oleh sebab itu, Presiden Direktur HM Sampoerna Mindaugas Trumpaitis mengatakan, pemerintah perlu melindungi sektor industri tersebut saat ini dari potensi pembalikan kinerja yang akan jatuh.

Pasal Tembakau di RPP Kesehatan Dinilai Ancam Pelaku Usaha dan Budaya Indonesia

Di sisi lain, dia melanjutkan, Sampoerna sendiri juga telah berkomitmen mendukung serapan tenaga kerja dengan berinvestasi pada segmen SKT yang padat karya lebih banyak pada 2021. 

Ia mengatakan, pada awal 2021 Sampoerna telah menambah kapasitas produksi SKT melalui mitra produksi sigaret dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 6.000 orang di seluruh Pulau Jawa.

Jalin Sinergi, Bea Cukai Madura dan Satpol PP Bangkalan Gelar Sosialisasi Gempur Rokok Ilegal

"Karena itu, kami berharap Pemerintah tidak menaikkan tarif cukai maupun minimum harga jual eceran untuk segmen SKT di tahun 2022," kata Mindaugas saat paparan publik dikutip Senin, 13 September 2021.

Terkait kebijakan cukai 2022, Mindaugas berharap pemerintah mempertimbangkan keberlanjutan industri dan memberikan ruang untuk pulih dari dampak pandemi COVID-19.

"Kebijakan kenaikan cukai yang terprediksi dan moderat sesuai parameter ekonomi. Pemerintah harus menyadari bahwa dalam lingkungan ekonomi saat ini, kenaikan tarif cukai rokok yang berlebihan dapat mendorong peredaran rokok ilegal," ujarnya.

Menurut Mindaugas, semakin melebarnya selisih tarif cukai rokok kretek mesin golongan 1 dan golongan 2B hingga mencapai 39 persen pada 2021 menyebabkan perokok dewasa beralih ke produk dengan harga yang lebih murah.

Hal ini ditegaskannya menyebabkan penurunan penjualan di pabrikan golongan 1 yang membayar tarif cukai tertinggi. Sekaligus secara otomatis berakibat pada penerimaan negara dari cukai yang menjadi tidak optimal.

Baca juga: Pasang PLTS Atap, Pabrik Tepung Ini Bisa Hemat Rp3 M Per Tahun

“Sejatinya, Pemerintah dapat mengoptimalkan penerimaan cukai dan mengatasi tren down trading pada rokok mesin dengan cara memperkecil selisih tarif cukai rokok mesin golongan 1 dan golongan 2," tegas Mindaugas.

Selain itu, dia melanjutkan, sangat penting melanjutkan strategi untuk menggabungkan batasan produksi untuk Sigaret Kretek Mesin (SKM) dan Sigaret Putih Mesin (SPM) yang awalnya akan diterapkan pada tahun 2019.

Ditambahkan Mindaugas, perbedaan tarif cukai signifikan antara Golongan 1 dengan Golongan 2, yang lebih rendah, menciptakan persaingan yang tidak sehat di industri rokok.

“Sampoerna juga berharap pada tahun 2022, Pemerintah kembali menerapkan peta jalan kebijakan cukai yang ditetapkan pada tahun 2017 lalu. Agar dapat menciptakan lingkungan bisnis yang lebih dapat diprediksi dan membantu menarik lebih banyak investasi,” tegas Mindaugas.

Terkait kinerja Sampoerna pada Semester 1-2021, dia menjabarkan bahwa mengalami kenaikan penjualan bersih sebesar 6,5 persen jadi Rp47,6 triliun. Namun demikian, dengan adanya kenaikan cukai secara signifikan, laba kotor perusahaan pada periode yang sama mengalami penurunan sebesar 9,3 persen dibanding periode sama tahun lalu. 

Hal ini kata Mindaugas menyebabkan perolehan laba bersih perusahaan mengalami penurunan sebesar 15,4 persen, atau senilai Rp4,1 triliun pada Semester 1-2021. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya