BI Tegaskan Siap Hadapi Tapering The Fed, Spekulan Diredam

Mata uang dolar AS (foto ilustrasi)
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Galih Pradipta

VIVA – Bank Indonesia (BI) memberikan sinyal kesiapan dalam menghadapi tapering bank sentral Amerika Serikat, yakni The Federal Reserve (The Fed). Karenanya, tidak akan terlalu menekan stabilitas moneter Indonesia.

Investor Cermati Data Cadangan Devisa hingga Rilis Kinerja Emiten, IHSG Diproyeksi Menguat

Deputi Gubernur Senior BI Destry Damayanti menekankan, BI telah mencermati bahwa tapering yang dilakukan The Fed saat ini sudah lebih terukur ketimbang periode 2013.

"Kita semua paham bahwa tapering off itu kemungkinan akan mulai dilakukan November 2021, ini walaupun dilakukan bertahap oleh The Fed dan itu kami sudah antisipasi," kata dia di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 14 September 2021.

Rupiah Loyo Dipicu Sikap Pelaku Pasar Keuangan AS hingga Harga Pangan Dalam Negeri

Baca juga: Sri Mulyani Ungkap Prestasi Keuangan Pemerintah Selama COVID-19

Destry pun menyebutkan sejumlah perbedaan kondisi yang menyebabkan tapering The Fed pada tahun ini akan lebih dapat diantisipasi ketimbang kondisi yang terjadi pada 2013.

The Fed Diproyeksi Pangkas Suku Bunga pada Semester II, Apa Dampaknya ke RI?

"Kondisinya beda sekali, pada 2013 itu mereka melakukannya dadakan, langsung, kemudian fundamental ekonominya juga saat itu berbeda dan kita juga saat itu belum mempunyai instrumen keuangan yang lengkap," paparnya.

Adapun pada 2021, dia menekankan, tapering atau taper tantrum yang dilakukan The Fed sudah dilakukan dengan komunikasi yang lebih baik dan dari sisi fundamental Indonesia sudah lebih kuat.

"Komunikasinya sudah baik The Fed dari sisi fundamental cadangan devisa kita juga alhamdulillah tinggi sudah US$144 miliar dan kita juga sudah mempunyai instrumen keuangan dalam rangka menjaga stabilitas yang lebih lengkap," ujarnya.

Destry mengungkapkan, BI saat ini telah memiliki triple intervention yang dapat digunakan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Triple intervention ini menyebabkan cadangan devisa dapat dijaga.

"Kita punya triple intervention yang terus kita lakukan apakah melalui pasar spot, pasar DNDF, nah ini dalam rangka hedging dan meredam spekulasi untuk menekan rupiah ke depan, dan terakhir kita masuk di pasar SBN," tegas Destry.

Menurut Destry, dalam rangka stabilitas moneter dan perekonomian makro, BI saat ini juga turut serta bersama pemerintah dalam menjaga pasar Surat Berharga Negara (SBN).

"Sebenarnya kita masuk ke pasar SBN karena kita melihat hubungan volatilitas rupiah dengan SBN itu sangat tinggi. Kalau kita tidak mendukung SBN itu yield-nya akan terbang dan kalau terbang pengaruhnya ke nilai tukar rupiah," tutur dia.

Dengan demikian, Destry menyatakan, BI ke depannya akan selalu menerapkan kebijakan intervensi yang terukur dengan melihat kapasitas yang dimiliki serta mendukung mekanisme pasar.

"Jadi tidak serta merta BI intervensi besar-besaran karena kita melihat cadangan devisa kita selama ini terjaga, belum lagi ditambah dana SDR yang tadi besarnya sekitar US$6 miliar. Kalau BI melakukan intervensi besar-besaran pasti cadev turun dalam," paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya