Akademisi Kritik Rencana Revisi Aturan Soal Tembakau

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA - Rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan mendapat kritikan dari akademisi.

Kowani Kaji Uji Materi Aturan Pembagian Harta Bersama yang Merugikan Perempuan

Pakar Hukum Internasional sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, Hikmahanto Juwana, mengatakan wacana revisi PP 109/2012 ini tidak hanya masalah kesehatan semata, tetapi juga mempengaruhi bidang lainnya termasuk perekonomian nasional.

"Pemerintah sudah punya PP 109/2012 dan sudah diatur untuk menyeimbangkan berbagai kepentingan mulai dari kesehatan, industri, ekonomi nasional, dan lainnya,” katanya dalam diskusi virtual seperti dikutip, Jumat, 17 September 2021.

Anggota DPR Ungkap Banyak Pengusaha Mengeluh soal Aturan Impor Produk Elektronik

Hikmahanto menekankan, dalam hal menetapkan sebuah kebijakan, termasuk revisi regulasi, pemerintah seharusnya menjunjung tinggi kedaulatan dan tidak perlu didorong pihak manapun. Apalagi isu yang dihembuskan orang asing.

“Indonesia punya kedaulatan. Dalam konteks IHT perlu buka lapangan kerja, petani, pelinting tembakau, sangat banyak yang berkaitan dengan IHT. Sehingga jangan kemudian karena didesak lembaga asing kemudian tersudutkan untuk merevisi PP 109/2012,” tegas dia.

Aturan Barang Bawaan ke Luar Negeri Bikin Heboh, Sri Mulyani Buka Suara

Baca juga: Petani Tembakau Tolak Keras Kenaikan Cukai Rokok, Ini Jawab Wamenkeu

Sementara itu, Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menyampaikan bahwa adanya intervensi lembaga asing dalam rencana revisi PP 109/2012 akan merugikan publik dan berbagai pihak.

“Ini harus dikonsultasikan kepada masyarakat. Tanpa ada konsultasi, maka akan menjadi kebijakan setengah matang yang cenderung otoriter dan kemudian publik jadi pihak yang dirugikan," kata Trubus.

Menurut Trubus, pemerintah harus menjunjung tinggi otonomi bangsa dan memprioritaskan otonomi publik untuk menghindari intervensi asing yang hanya mencari keuntungan di Indonesia.

"Kalau sudah seperti ini konteksnya sudah kanibalisme. Tapi persoalannya kemudian kalau ada daya tahan sendiri, ketahanan nasional tidak akan terpengaruh,” kata dia.

Revisi PP 109/2012 diinformasikan berisi dorongan muatan larangan total iklan, promosi dan perbesaran gambar kesehatan dari 40-90 persen, sehingga dirasa mengancam keberlanjutan mata rantai industri tembakau.

Selain itu, muatan revisi dinilai menyalahi kaidah proses penyusunan kebijakan yang sudah diamanatkan oleh perundang-undangan karena tidak memenuhi prinsip formal, material, harmonisasi, partisipasi dan transparansi.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya