Neraca Komoditas Mau Diterapkan 2022, Ini Respons GAPMMI

Ilustrasi Ekspor-Impor
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

VIVA – Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengungkapkan sisi positif dari penerapan neraca komoditas pada 2022 untuk komoditas gula dan garam. Salah satunya adalah memberikan kepastian bahan baku bagi kebutuhan dunia usaha.

Daftar Harga Pangan 19 April 2024: Bawang hingga Telur Naik

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik GAPMMI, Rachmat Hidayat mengatakan posisi neraca komoditas yang akan berlaku di tahun depan sangat strategis mengingat bahan baku industri makanan dan minuman sebagian besar berasal dari bahan baku pertanian.

Menurut Rachmat, neraca komoditas akan turut meningkatkan Indeks Kemudahan Berbisnis  atau Ease of Doing Business (EoDB) dengan syarat dilakukan secara berkelanjutan, kompetitif terkait harga dan memperhatikan infrastruktur.

Di Depan Para Pengusaha Ritel, Airlangga Sebut Aturan Impor Bakal Direvisi

Selain itu, neraca komoditas dikatakannya juga dapat membantu industri melihat selisih antara kebutuhan dengan kapasitas produksi sehingga memberikan kepastian dalam kebijakan impor industri ke depannya karena memanfaatkan produk hortikultura petani RI.

"Kami tidak akan impor jika tidak perlu. Jadi impor itu bicara soal hidup atau mati industri. Perlu prinsip industri untuk ada kontinuitas dan daya saing bahan baku," kata dia dikutip dari keterangannya, Rabu, 22 September 2021.

Wamenkeu: Konflik Israel Vs Iran Kita Perhatikan Sangat Serius 

Baca juga: Laporkan Haris Azhar, Luhut: Tidak Ada Kebebasan Absolut

Sebelumnya, Plt. Kepala Bidang Program Evaluasi dan Pengembangan Direktorat Industri Minuman Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kementerian Perindustrian Agus Jarwanto mengatakan akan mendorong agar neraca komoditas juga diprioritaskan untuk komoditas susu dan tembakau.

Agus juga memaparkan bahwa Kementerian Perindustrian tengah mengembangkan sistem internalnya untuk mengumpulkan data susu dan tembakau. Sebab, kedua komoditas tersebut masih banyak yang diimpor industri.

"Selama ini komoditas susu masih 80 persen impor sehingga harus diubah komposisinya agar volume impor bisa ditekan. Untuk tembakau, tetap perlu impor juga untuk blending," tegas dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya