Menteri ESDM: Masa Depan Energi Nasional Ubah Fosil Jadi EBT

Menteri ESDM Arifin Tasrif meresmikan 10 pembangkit listrik
Sumber :
  • Dok. PLN

VIVA – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif menegaskan, arah kebijakan energi nasional ke depan adalah melakukan transisi dari energi fosil menjadi energi baru terbarukan (EBT), sebagai energi yang lebih bersih, minim emisi, dan ramah lingkungan.

Pertamina Jamin Produksi dan Pasokan Energi Periode Mudik Lebaran Aman, Begini Strateginya

Dia menjelaskan bahwa hal ini sejalan dengan komitmen Indonesia pada Paris Agreement, yaitu penurunan emisi gas rumah kaca sesuai dengan nationally determine contribution (NDC).

Di mana, pada 2030 Indonesia diharuskan sudah mampu menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 29 persen dengan kemampuan sendiri, dan 41 persen dengan bantuan dan dukungan internasional.

Pertamina NRE dan VKTR Sepakati Kolaborasi Kembangkan Ekosistem EV Berkelanjutan, Intip Strateginya

"Saat ini komitmen untuk mengatasi perubahan iklim disikapi (oleh pemerintah Indonesia) dengan road map menuju net zero emission," kata Arifin dalam telekonferensi, Selasa 5 Oktober 2021.

Baca juga: Cara Pemerintah Kejar Rasio Elektrifikasi 100 Persen pada 2022

Pemprov DKI Anggarkan Rp 6,3 M Beli Moge Listrik, Dipakai Kawal Gubernur

Salah satu tantangan yang harus dihadapi menuju net zero emission, menurut Arifin adalah menyediakan listrik dari sumber energi yang rendah karbon. Hal itu nantinya juga akan berdampak pada keharusan mengurangi dominasi fosil, terutama dari batu bara pada sektor pembangkitan yang saat ini memiliki porsi cukup besar tapi dengan harga komoditas yang relatif murah.

"Selain itu, industri juga dituntut untuk menggunakan energi yang rendah karbon, agar produknya dapat diserap oleh pasar internasional," ujarnya.

Diketahui, sebelumnya Menteri ESDM, Arifin Tasrif, juga telah menjelaskan bahwa penyusunan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) untuk periode tahun 2021-2030, akan lebih hijau dibandingkan dengan RUPTL periode sebelumnya.

Hal itu karena porsi penambahan pembangkit listrik yang memanfaatkan energi baru terbarukan (EBT), sudah lebih besar jika dibandingkan dengan penambahan pembangkit listrik yang menggunakan energi fosil.

"Karena kebijakan penambahan pembangkit EBT sudah mencapai 51,6 persen, atau lebih besar dibandingkan dengan penambahan pembangkit fosil yang sebesar 48,4 persen," kata Arifin.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya