Pengamat: Revisi PP Tembakau yang Asal Ganggu 5,9 Juta Pekerja

Warga menjemur tembakau di Desa Tuksongo, Borobudur, Magelang, Jawa Tengah
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Anis Efizudin

VIVA – Kalangan akademisi mulai mengkritisi masih maraknya isu revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 yang mengatur produk tembakau. Isu ini dianggap membahayakan karena menyangkut hajat hidup jutaan orang pekerja.

Industri Facility Manajemen Indonesia di Atas Vietnam dan Kamboja

Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah mengatakan, pemerintah seharusnya mendengar aspirasi pemangku kepentingan industri hasil tembakau (IHT) dulu sebelum menggulirkan isu ini.

Dia menekankan PP yang berdampak terhadap masyarakat luas dan menyangkut kepentingan banyak pihak harus lebih dahulu dikonsultasikan dan mendapatkan persetujuan lintas kementerian terkait. 

Kunjungan ke Jepang, Sekjen Kemnaker Terus Berupaya Tingkatkan Kerja Sama Pengembangan SDM

Baca juga: Cara Pemerintah Kejar Rasio Elektrifikasi 100 Persen pada 2022

Menurut Trubus, revisi PP 109/2012 akan berdampak kepada nasib lebih dari 5,98 juta jiwa yang menggantungkan mata pencahariannya pada sektor pertembakauan serta penerimaan negara sendiri.

Diskriminasi Terhadap Perempuan Dalam Pekerjaan Kian Parah di Tiongkok

Dengan banyaknya pemangku kepentingan yang terlibat di IHT dari hulu ke hilir, aspirasi mereka sebagai pihak yang turut terdampak jika PP 109/2012 direvisi perlu didengarkan oleh Pemerintah.

"Bagaimana kedaulatan negara ada kalau kedaulatan publik tidak ada. Publik ada legal standing, knowledge dan practice yang tidak bisa dipaksa dari intervensi luar," kata dia dikutip dari keterangannya, Selasa, 5 Oktober 2021.

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) pun menekankan, proses harmonisasi harus dijalankan dalam setiap penyusunan kebijakan. 

Proses harmonisasi ini mendorong keikutsertaan semua kementerian atau lembaga (K/L) terkait dan memberikan ruang untuk mengakomodir aspirasi berbagai pemangku kepentingan serta publik. 

“Pada saat proses harmonisasi, (Kemenkumham) tentu memimpin agar K/L menyepakati materi atau kebijakan pengaturannya," kata Plt. Direktur Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan I Kemenkumham, Roberia.

Roberia menjelaskan penting untuk tercapai kesepakatan antar K/L terkait urgensi dibentuknya sebuah kebijakan. Proses harmonisasi juga penting untuk menjaga agar regulasi tidak tumpang tindih dan kontradiktif.

“Solusi yang ditempuh jika terdapat perbedaan pendapat adalah bermusyawarah hingga pada akhirnya didapatkan kesepakatan bersama antar pemangku kepentingan. Tanpa adanya kesepakatan pembahasan tidak dapat dilanjutkan,” jelas dia.

Sebagai informasi, dalam beberapa bulan terakhir penyusunan sejumlah kebijakan publik menuai polemik. Salah satunya adalah rencana revisi PP 109/2012 yang juga belum ada kesepakatan antar K/L.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya