Chatib Basri Sebut Krisis Energi Terjadi karena Transisi Terburu-buru

Chatib Basri.
Sumber :
  • Instagram @chatibbasri

VIVA – Ekonom senior Muhammad Chatib Basri mengungkapkan salah satu penyebab terjadinya krisis energi di beberapa belahan dunia saat ini. Akibatnya harga berbagai komoditas melonjak tinggi di pasar global.

Motor Delapan Silinder Asal China Siap Meluncur

Mantan Menteri Keuangan dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal ini menduga, pemicu terjadinya krisis energi tersebut adalah kebijakan yang terburu-buru dalam menerapkan transisi energi.

"Kenaikan harga coal, kenaikan harga energi, ini pandangan saya pribadi itu adalah proses dari transitional risk yang tidak smooth di China," tuturnya dalam diskusi virtual, Rabu, 12 Oktober 2021.

Bertemu Tony Blair, Menko Airlangga Bahas Inklusivitas Keuangan Hingga Stabilitas Geopolitik

Baca juga: Pajak Karbon PLTU Diterapkan 1 April 2022, Segini Tarifnya 

Dia menjelaskan, salah satu negara ekonomi terbesar dunia, yakni China, terburu-buru melakukan dekarbonisasi. Akibatnya, pasokan energinya saat ini tidak siap memenuhi kebutuhan industrinya.

Curhat Jurnalis Asing Kala Bertugas di China

"Ketika pemerintah China melakukan dekarbonisasi secara terlalu cepat dengan memotong basis supply dari energi maka yang terjadi adalah produksi coal turun sangat tajam," papar dia.

Oleh sebab itu, dia melanjutkan, dampaknya terjadi krisis energi di sejumlah negara, harga batu bara dan sumber energi lainnya pun juga turun melonjak karena rendahnya pasokan.

"Makanya coal price naik, energy price naik, terjadi shortage di dalam LNG. Di dalam proses ini kita tahu bahwa kita harus menuju kepada green tapi kita harus pastikan transitional risk itu berjalan secara smooth," ujarnya.

Chatib Basri

Photo :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

Chatib pun mengingatkan, pentingnya memperkuat skema transisi yang seimbang dalam menerapkan konsep energi hijau atau bersih di Indonesia. Tujuannya agar krisis energi ini tidka terjadi di dalam negeri.

Sebagai informasi, pada perdagangan di pasar ICE Newcastle, Selasa, 5 Oktober 2021, harga batu bara ditutup pada level US$280 per ton. Naik 12,45 persen dibandingkan hari sebelumnya. Catatan harga hari itu pun menjadi rekor tertinggi setidaknya sejak 2008.

Berdasarkan data Minerba One Data Indonesia (MODI) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan mineral dan batu bara RI hingga pertengahan pekan lalu telah menembus Rp49,84 triliun.

Realisasi itu telah melampaui target satu tahun penuh yang direncanakan sebesar Rp39,1 triliun. Artinya, realisasi penerimaan negara dari sektor pertambangan minerba telah mencapai 127,45 persen dari target tahun ini.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya