Sri Mulyani Buka-Bukanan Tahapan Transisi Energi Bersih di Indonesia

Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Sumber :
  • instagram @smindrawati

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan komitmen Indonesia untuk memprioritaskan transisi energi bersih. Dia pun mengungkapkan tahapannya dari sisi kebutuhan pembiayaan.

Menhub dan Menkes Ikut Pindah ke IKN Juli 2024, Basuki: Menkeu Belum 

Pertama, Sri mengatakan perlunya pembiayaan untuk penghentian lebih cepat operasional pembangkit tenaga listrik batu bara agar beralih ke sumber energi terbarukan. 

Untuk hal ini, Sri mengaku telah berdiskusi dengan seluruh dunia usaha, baik itu para penambang maupun pengusaha pembangkit listrik berbasis batu bara.

Ini Penyebab Aset PLN Nusantara Power Melesat Jadi Rp 350 Triliun

“Sejauh ini, menurut saya diskusi berjalan dengan baik dalam memberikan pemahaman sekaligus bagaimana kita akan merancang kebijakan bersama,” kata dia dikutip dari keterangan tertulis, Rabu, 13 Oktober 2021.

Kedua, dia melanjutkan, dibutuhkan pendanaan untuk membangun energi baru terbarukan karena permintaan akan terus bertambah. Sri pun menekankan perlunya pendanaan, baik domestik maupun global, untuk membantu APBN mencapai target tersebut.

Di Amerika Serikat, Sri Mulyani Bertemu CEO MCC Bahas Transportasi Publik di RI

Baca juga: Dukung DPSP, Adaro Siap Rahabilitasi DAS Bukit Menoreh

“Pendanaan menjadi penting karena Energy Transition Mechanism (ETM) untuk mengakselerasi transisi energi dari yang berkarbon tinggi menuju energi yang lebih bersih,” ujar Menkeu.

Ilustrasi karbon

Photo :
  • ANTARA

Ketiga, mekanisme transisi energi menurutnya perlu memperhatikan tenaga kerja yang terlibat di dalamnya karena akan berdampak pada kehilangan pendapatan. Dengan begitu, transisi energi bersih akan dapat dinikmati oleh seluruh kalangan masyarakat.

“Kalau kita tidak memperhatikan sumber daya manusianya, maka transisi ini tidak inklusif dan tidak memberikan dukungan kepada mereka. Tenaga kerja akan menjadi populasi yang paling terpengaruh dengan kehilangan pendapatan langsung dari transisi ini,” kata Menkeu.

Dia pun menekankan, kini Indonesia memiliki Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Kebijakan tersebut mengatur pengenaan pajak karbon yang bertujuan untuk mendukung penanganan perubahan iklim.

Dengan pajak karbon, dia menekankan diharapkan bisa tercipta pasar karbon yang saat ini pemerintah telah meminta perusahaan listrik, Badan Usaha Milik Negara, untuk mulai melakukan cap and trade. 

"Jadi, mereka memiliki batasan untuk produksi CO2 tertentu untuk berbasis batu bara dan kemudian mereka difasilitasi untuk melakukan perdagangan di antara para pelaku ini,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya