Airlangga Ungkap Potensi Panel Surya di Pulau Jawa Capai 5 Gigawatt

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto
Sumber :
  • Tangkapan Layar/Pras

VIVA – Pemerintah menyadari sektor energi baru terbarukan (EBT) akan menjadi hal yang sangat penting ke depannya. Untuk itulah, ini akan dikelola secara lebih serius di Tanah Air.

Jokowi Enggak Bahas Pemerintahan Prabowo saat Buka Puasa Bersama Menteri di Istana

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto memastikan, pemerintah akan berupaya mendorong pengembangan EBT. Salah satunya dalam hal pembuatan solar panel atau panel surya. Di pulau Jawa saja, Airlangga mengungkapkan ada potensi yang sangat besar dari panel surya.

"Khusus di Pulau Jawa ini potensinya adalah 5 Gigawatt (GW)," kata Airlangga dalam telekonferensi, Selasa 19 Oktober 2021.

Indonesia, Singapore Discuss Labor Cooperation

Panel surya.

Photo :
  • New Energy Nexus Indonesia

Baca juga: Syarat Penerbangan Jawa Bali Terbaru: Harus Pakai PCR

Menko Airlangga Bertemu Menteri Singapura Bahas KEK hingga Kerja Sama Ketenagakerjaan

Selain itu, potensi lainnya menurut Airlangga juga ada di sejumlah wilayah lain. Misalnya seperti di Nusa Tenggara Timur (NTT), yang memiliki potensi hingga mencapai 30 GW.

"Serta beberapa proyek di Kepulauan Riau itu juga bisa menghasilkan antara 4-10 GW," ujarnya.

Airlangga mengatakan, dengan potensi yang sangat besar itu, maka tentunya  layak bagi Indonesia untuk serius memproduksi solar panel ke depannya. Pemerintah terus berkomitmen melanjutkan pengembangan EBT di wilayah-wilayah tersebut.

Selain itu, lanjut Airlangga, tentunya juga diketahui bahwa beberapa negara Eropa telah mendorong adanya Green Deal atau kesepakatan hijau di Eropa yang sangat progresif. Dia menilai, Green Deal ini harus dilihat dari konteks keseluruhan, karena beberapa negara yang sebelumnya sempat berkomitmen untuk mencapai Paris Agreement, sampai saat ini justru tidak berkomitmen terhadap apa yang telah mereka perjanjikan itu.

"Sehingga itu menjadi pelajaran bagi Indonesia, dan Indonesia tentu mempunyai jadwal-jadwal yang berbeda (untuk mencapai target emisi di dalam Paris Agreement)," kata Airlangga.

Ke depan, Airlangga melihat dengan adanya ketidaksinkronan dari pemanfaatan aspek EBT itu akan mengakibatkan kenaikan harga yang luar biasa yakni supercycle komoditas. Hal itu sebagaimana yang sedang terjadi pada harga batu bara yang saat ini mencatat rekor sejarah dan juga harga LNG.

"Sehingga tentunya mereka bertanya, bagaimana dampaknya ke depan? Saya mengatakan bahwa dampaknya tentu di sektor manufaktur, karena masukan dari manufaktur adalah energi. Apabila energi harganya terlalu tinggi, tentu produk manufaktur juga agak sulit untuk bersaing," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya