Petani Kelapa Sawit Curhat Ekspor ke Eropa Ketat, Ini Pesan Moeldoko

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Sumber :
  • Dokumentasi KSP.

VIVA – Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa Uni Eropa membutuhkan kelapa sawit Indonesia. Hal tersebut tercermin dari ekspor minyak sawit Indonesia ke Eropa naik hingga 26 persen pada 2020. 

5 Negara yang Pasok Senjata Terbesar ke Israel untuk Lawan Iran, AS Jadi yang Terbesar

Fakta tersebut disampaikan Moeldoko saat menerima audensi Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dan Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket, di Gedung Bina Graha Jakarta, Senin, 8 November 2021. 

"Yang dipermasalahkan Uni Eropa soal keberlanjutan biofuel yang berasal dari kelapa sawit, bukan pada kelapa sawitnya," terang Moeldoko.  

Dorong Ekspor UMKM, Bea Cukai Jalin Kolaborasi dengan Pemerintah Daerah

Moeldoko menjelaskan, Uni Eropa saat ini menerapkan standar tinggi dan ketat dalam membeli produk dari negara lain. Kebijakan itu tidak hanya berlaku pada produk kelapa sawit tapi juga komoditas lain. 

"Salah satu standar yang dipakai apakah produk atau komoditi tersebut memberikan dampak pada perusakan lingkungan atau tidak. Nah ini yang harus menjadi perhatian semua, termasuk para petani sawit," ungkapnya.

Mobil China Kian Mendominasi di Rusia

Baca juga: Bulan Fintech Nasional, OJK Pertegas Komitmen Berantas Pinjol Ilegal

Sementara itu, Duta Besar Uni Eropa Vincent Piket menjelaskan, negara-negara Uni Eropa berambisi menjadikan Eropa sebagai benua netral iklim pada 2050. Komitmen itu diwujudkan salah satunya dengan mengurangi emisi karbon sebesar 55 persen pada 2030. 

Berdasarkan hal tersebut, pengetatan produk yang masuk ke kawasan itu pun dilakukan. Hal ini harus menjadi perhatian produk-produk yang memiliki pasar yang besar di Uni Eropa.

"Ada perubahan aturan-aturan yang diprediksi akan memperketat, atau bahkan melarang masuknya produk yang tidak ramah lingkungan ke Eropa. Karena itu Indonesia memproduksi komoditas-komoditas yang diekspor ke Eropa dengan lebih berkelanjutan," ungkap Vincent.

Lahan peremajaan sawit atau replanting.

Photo :

Ketua Umum Apkasindo Gulat Manurung menegaskan, petani sawit Indonesia sudah mengedepankan prinsip keberlanjutan saat ini. Baik dari sisi ekonomi, ekologi, dan sosial.

"Empat puluh dua persen petani  di 22 provinsi di Indonesia harus berkelanjutan dalam mengelola sawit sesuai aturan yang ada pada Omnibus Law Cipta Kerja," jelas Gulat.

Seperti diketahui, Komisi Uni Eropa telah mengancam keberlangsungan ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) Indonesia ke Eropa melalui regulasi Renewable Energy Directive (RED II) yang dikeluarkan pada 2018. 

Kebijakan ini mewajibkan negara-negara Uni Eropa harus menggunakan RED II paling sedikit 32 persen dari total konsumsi energi negaranya. Tidak hanya itu, kebijakan tersebut juga mengesampingkan bahkan mengeluarkan minyak kelapa sawit sebagai bahan baku produksi biofuel.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya