Dunia Sudah Keluaran Insentif US$19 Triliun untuk Tangani COVID-19

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, secara total dunia mengeluarkan insentif untuk mengatasi dampak Pandemi COVID-19 mencapai US$19 triliun. Insentif itu baik dari sisi fiskal maupun moneter.

6 Tradisi Unik Merayakan Hari Paskah dari Berbagai Negara

Dari jumlah tersebut Sri Mulyani merinci, di sisi fiskal anggaran yang dikeluarkan sebesar US$12 triliun. Sementara dari sisi moneter mencapai US$7 triliun.

"Perekonomian dan keuangan dari sektor usaha serta perekonomian keseluruhan, begitu besar dampak COVID-19 sampai seluruh dunia melakukan countercyclical," katanya dalam acara Kick Off Sosialisasi UU HPP secara virtual, Jumat, 19 November 2021.

Menkes: Implementasi Nyamuk Ber-Wolbachia untuk Tanggulangi Dengue Mulai Bergulir

Baca juga: Investasi Mulai Masuk Jabar, Pabrik Sepatu Serap Pekerja di Cirebon

Indonesia sendiri lanjut Sri, pada tahun ini menganggarkan sebesar Rp744,77 triliun untuk penanganan COVID-19. Baik untuk membantu masyarakat dan mempertahankan dunia usaha di tengah tekanan dampak pandemi.

9 Menu Buka Puasa Unik dari Berbagai Negara, Bikin Ngiler dan Penasaran!

Menurutnya, hingga 12 November 2021 anggaran itu terealisasi Rp483,91 triliun itu masuk dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN), yang sebenarnya telah diadakan sejak tahun lalu.

Sri Mulyani mengatakan, langkah ini merupakan langkah extraordinary. Jika tidak dilakukan maka akan terjadi dampak maupun lonjakan yang jauh lebih besar.

Saat ini lanjut Sri, upaya global khususnya Indonesia dalam penanganan COVID-19 telah membuahkan hasil. Mengingat dari sisi pengangguran dan kemiskinan mulai teratasi seiring ekonomi yang pulih.

“Alhamdulillah, saat ini sudah mulai menurun sisi pengangguran dan kemiskinan sebab, ekonomi mulai pulih,” ujarnya.

Ilustrasi lawan COVID-19.

Photo :
  • ist

Dia pun berharap pemulihan ini dapat terus berlanjut pada tahun depan. Meski ekonomi sempat kembali tertekan pada kuartal III-2021 akibat varian Delta yang melonjak.

Meski demikian lanjutnya,  di negara-negara Eropa, Jerman dan Amerika Serikat saat ini sedang mengalami puncak varian Delta tertinggi. Hal itu perlu diwaspadai.

"Ini tantangan nyata COVID-19 belum selesai namun kami akan terus menggunakan instrumen APBN bersama DPR merumuskan langkah-langkah dalam rangka bisa respons secara responsif, fleksibel, dan akuntabel," jelasnya. (Ant)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya