Risiko Disrupsi Suplai, Sri Mulyani Khawatir Modal Asing Kabur dari RI

Menteri Keuangan Sri Mulyani
Sumber :
  • VIVA/Mohammad Yudha Prasetya

VIVA – Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, di tengah kondisi global yang masih sangat dipengaruhi oleh pandemi COVID-19, dinamika perekonomian global justru berpotensi membawa risiko disrupsi suplai dan aliran modal.

Modal Asing Rp 8,07 Triliun Kabur dari RI di Pekan Pertama April

Karenanya, Sri Mulyani pun mengakui bahwa ada kekhawatiran akibat disrupsi tersebut, yang bisa menyebabkan modal asing kabur dari Indonesia dan menekan nilai tukar rupiah.

"Jadi hal semacam ini perlu diwaspadai, karena dampakanya ke seluruh dunia termasuk Indonesia," kata Sri Mulyani dalam telekonferensi, Selasa 23 November 2021.

Modal Asing Rp 13,61 Triliun Kabur dari RI di Pekan Pertama Maret

Baca juga: Telan Biaya Rp1,27 Triliun, Jokowi Resmikan Bendungan Karalloe 

Menkeu menambahkan, apabila fenomena itu terjadi di negara-negara maju, maka mereka akan dipaksa melakukan pengetatan moneter dan pengetatan nilai tukar.

BI Catat Modal Asing 'Kabur' dari RI Capai Rp 2 Triliun

Dia mengatakan, negara-negara maju pun mengalami kenaikan inflasi serta kenaikan harga komoditas, di mana semuanya ikut mendorong kenaikan secara drastis.

"Apalagi beberapa negara maju menaikan defisitnya pada keuangan negara. Jadi sekarang ini negara maju juga sedang berada dalam pilihan-pilihan sulit," ujarnya.

dana asing

Photo :
  • VIVA.co.id/Anhar Rizki Affandi

Karena Indonesia tidak bisa mengontrol kondisi global, maka Sri Mulyani pun memastikan pemerintah akan dapat mengatur kebijakan fiskal untuk merespons perkembangan kondisi global tersebut. 

"Dalam proses pemulihan ini lingkungan global tidak statis, tapi dinamis atau bahkan cenderung volatil," kata Sri Mulyani.

Selain itu, lanjut Sri Mulyani, Indonesia juga diharapkan untuk terus mampu menjaga pulihnya permintaan (demand), tanpa membawa dampak inflasi berlebih. Karena saat ini juga muncul risiko disrupsi suplai (supply disruption) ketika perekonomian nasional tumbuh.

"Kita perlu waspadai supply disruption, apabila demand lebih cepat dari supply-nya, ini membentuk demand side inflation," ujarnya.


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya