BBM Premium Akan Dihapus, Ini Dampaknya ke Ekonomi

Ilustrasi pemberitahuan tentang Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium yang telah habis
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

VIVA – Pemerintah Indonesia merencanakan penghapusan Bahan Bakar Minyak (BBM) khusus penugasan yaitu bensin dengan research octane number (RON) 88 atau dikenal dengan merek Premium pada tahun 2022. Premium diketahui memiliki gas buang lebih kotor ketimbang Pertalite dan Pertamax.

Pertamina Patra Niaga Beberkan Upaya Pemerataan Energi Indonesia di Hannover Messe 2024

Dengan itu, Pemerintah melalui PT Pertamina Patra Niaga mendorong masyarakat untuk menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan.

Pengamat Ekonomi Sumatera Utara, Wahyu Ario Utomo menilai langkah tepat dilakukan pemerintah untuk merencanakan penghapusan BBM jenis premium. Apalagi, premium sudah tidak sesuai dengan perkembangan teknologi kendaraan bermotor yang mengkonsumsi BBM berkualitas.

Terpopuler: Pertalite Berubah di Papan Harga SPBU, Bocah Tabrakkan Mobil Jualan Sales

"Premium merupakan salah satu produk bahan bakar Pertamina yang beroktan rendah yang ke depan tidak lagi sesuai dengan spesifikasi mesin kendaraan bermotor, yang diproduksi dalam beberapa tahun terakhir," sebut Wahyu saat dikonfirmasi VIVA, Kamis 24 Desember 2021.

Pertamina lanjutkan program Pertalite seharga Premium di Medan

Photo :
  • VIVA/Putra Nasution (Medan)
Pakar Sebut Fakta Mengejutkan soal BBM Pertalite

Wahyu menjelaskan hampir seluruh negara sudah beralih menggunakan BBM berkualitas dan ramah lingkungan serta sudah meninggalkan ron 88. Sehingga sudah tepat Pertamina melakukan penyesuaian Premium dengan Pertalite (Ron 90).

Tinggal 7 Negara yang Konsumsi RON 88

Tujuh negara mengkonsumsi RON 88 atau BBM setara Premium itu yakni Indonesia, Kolombia, Mesir, Mongolia, Bangladesh, Ukraina, dan Uzbekistan.

"Di dunia tinggal 7 negara (termasuk Indonesia) yang konsumsi premium (ron 88). Untuk itu perlu dilakukan penyesuaian," kata pengamat ekonomi berasal dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Sumatera Utara (USU) itu.

Perlu Lindungi Masyarakat Miskin dan Angkutan Umum

Wahyu dalam analisis ekonominya, menjelaskan dampak penghapusan Premium tidak begitu dirasakan. Karena, masyarakat kalangan bawah memerlukan subsidi kesehatan, pendidikan dan pangan, Ketimbang BBM. 

"Pengalihan konsumsi premium ke pertalite menjadi kebijakan yang (tepat) dapat diambil. Hanya saja memang harus dibuat kebijakan untuk melindungi kelompok masyarakat miskin dan angkutan umum," ucap Wahyu.

Harga Subsidi untuk Kelompok Tertentu

Wahyu mengatakan program Pertamina Langit Biru (PLB) sudah tepat. Karena, masyarakat membeli Pertalite cukup membayar dengan seharga Premium. Sehingga Pertamina tidak saja memikirkan bisnis saja. Tapi, juga memikirkan dampak lingkungan dengan mengkonsumsi Ron 88.

"Yaitu memberikan subsidi kepada kelompok tadi, dengan membayar pertalite dengan harga premium yaitu Rp6.450 per liter," ucap Dosen FEB USU itu.

Wahyu menambah dirinya mendukung Pemerintah dan Pertamina untuk menghadirkan BBM berkualitas kepada masyarakat. Apa lagi, dunia terus mengkampanyekan penggunaan BBM yang ramah lingkungan.

"Iya (mendukung). Dari sisi dampak lingkungannya premium tidak begitu ramah terhadap lingkungan. Makanya memang dikurangi bahkan dihilangkan konsumsinya," sebut Wahyu.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya