Soal Larangan Ekspor Batu Bara, Pengamat: Demi Kepentingan Negara

Ilustrasi Pertambangan Batu Bara (Sumber Gambar : wallpaperbetter)
Sumber :
  • vstory

VIVA – Kebijakan Pemerintah yang masih melakukan pelarangan ekspor batu bara guna mengatasi krisis energi nasional, makin mendongkrak harga emas hitam tersebut. Negara-negara pengimpor batu bara asal Indonesia pun kelabakan memenuhi kebutuhan mereka.

Krisis Energi, Presiden Ekuador Umumkan Keadaan Darurat

Bahkan, Filipina pun turut mengikuti Jepang sebelumnya, yang bersurat langsung kepada Menteri ESDM arifin Tasrif, untuk menghentikan kebijakan pelarangan ekspor batu bara tersebut. 

Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan menilai, kenaikan harga batu bara itu sebenarnya merupakan imbas normal. Dari ditutupnya keran ekspor batu bara RI.

Turun 12,76 Persen, BPS Catat Kinerja Impor Maret US$17,96 Miliar Gegara Ini

"Saya kira harga batu bara naik itu wajar, karena Indonesia sebagai negara pengekspor kan sudah sekitar 10 hari ini tidak melakukan ekspor batu bara kemana pun," kata Mamit saat dihubungi VIVA, Senin, 10 Januari 2022.

Saat ditanya bagaimana pendapatnya perihal sejumlah tudingan bahwa pemerintah Indonesia harus bertanggung jawab atas kenaikan harga batu bara tersebut, Mamit pun menegaskan, hal ini berkaitan dengan kedaulatan energi Indonesia. Maka negara lain sebaiknya tidak perlu terlalu ikut campur.

BPS Catat Ekspor Maret 2024 Naik 16,40 Persen Terdorong Logam Mulia hingga Perhiasan

Batu Bara dari site BUMI, PT Kaltim Prima Coal, Sangatta, Kalimantan Timur.

Photo :
  • Dok. BUMI

"Buat saya itu adalah kebijakan dalam negeri kita yang harus dilakukan untuk kepentingan energi nasional. Jadi negara lain tidak perlu ikut campur, karena ini berbicara tentang kedaulatan energi kita," ujarnya.

Dia menjelaskan, kalau sampai Indonesia tetap melakukan ekspor batu bara, maka Indonesia sendiri lah yang akan mengalami krisis energi. 

"Dampak sosialnya kan jauh lebih besar dibandingkan dampak ekonominya kalau kita tetap harus melakukan ekspor batu bara," kata Mamit.

Karenanya, kalau pun negara lain teriak-teriak akibat pelarangan ekspor batu bara ini, Mamit bersikeras bahwa hal itu bukanlah sebuah masalah. Sebab, Kementerian Luar Negeri seharusnya bisa melakukan diplomasi dan negosiasi dengan para pihak pembeli batu bara RI, guna menjelaskan kondisi krisis pasokan energi yang sedang dialami Indonesia saat ini.

Apalagi, lanjut Mamit, kebijakan-kebijakan ini juga masih bisa dievaluasi dan tidak harus menunggu sampai tanggal 31 Januari 2022. Apabila nanti kebutuhan PLN sudah terpenuhi, maka Pemerintah bisa melakukan evaluasi ulang mengenai apakah keran ekspor batu bara akan kembali dibuka atau tetap ditahan.

"Seharusnya kalau memang sudah terpenuhi standar 20 hari operasi, dan komitmen dari para pemasok ini kepada PLN sudah tegas, maka kita bisa buka kembali opsi untuk melakukan ekspor," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya